TEHERAN – Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Ramin Mehmanparast memperingatkan Israel bahwa negara-negara Timur Tengah tidak akan lagi menoleransi tindakan-tindakan agresi Israel di kawasan tersebut.
“Rezim (Israel) kini bergelut dengan konflik internal dan rasa takut terhadap gerakan perlawanan Palestina,” kata Mehmanparast pada hari Minggu seperti dikutip kantor berita Fars.
“Konflik itu kini ada di dalam Israel. Jika rezim (Israel) sedikit saja coba-coba melakukan agresi terhadap negara-negara di sekitarnya, maka (Israel) akan mendapatkan balasan yang mematikan.”
“Citra Israel sudah hancur berkeping-keping setelah menyerbu Libanon dan Gaza,” tambah juru bicara tersebut.
Mehmanparast menghubungkan peranan sentral Iran di Timur Tengah dan juga arena internasional dengan campur tangan asing dalam urusan dalam negeri Iran.
Mengacu pada taktik “perang halus” Barat, Mehmanparast mengatakan bahwa Iran harus bersiap mencegah pasukan yang mengusung propaganda kuat untuk “meruntuhkan kekuasaan, melayangkan berbagai tuduhan, menghasut masyarakat, menciptakan kesalahpahaman antara masyarakat Iran dan negara-negara regional.”
Maret lalu, Iran mendesak Barat mengambil tindakan terhadap Isreal terkait keputusan Israel membangun lebih banyak pemukiman ilegal di Yerusalem Timur.
“Tindakan yang diambil oleh negara-negar Barat sebaiknya tidak lagi dilakukan secara teatrikal, namun secara praktis dan langsung menghentikan terorisme yang dilakukan rezim Zionis,” kata Mehmanparast seperti dikutip kantor berita ISNA.
Mehmanparast juga mengecam Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang mengatakan bahwa tuntutan pembekuan permukiman “tidak beralasa,” dan bahwa “Yerusalem bukan permukiman, tapi ‘ibu kota’ kami (Israel).”
Juru bicara Iran tersebut mengatakan, kebijakan semacam itu jelas memperlihatkan kebiasaan para pemimpin rezim Zionis dalam melakukan agresi dan penjajahan.
Ia menyerukan kepada Organisasi Konferensi Islam dan Liga Arab untuk “menangani serius komentar-komentar para pemimpin rezim Zionis dan memunculkan solusi untuk menetralisir pendekatan-pendekatan semacam itu.
Israel menjajah Yerusalem Timur dalam perang tahun 1967 dan mencaploknya sesaat kemudian, langkah tersebut tidak diakui oleh komunitas internasional. Palestina menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina merdeka.
Pada hari Sabtu, Iran memuji penolakan Perancis mengekstradisi seorang tahanan Iran ke AS. Tahanan yang bersangkutan dituding membeli perangkat elektronik dan mengekspornya secara ilegal.
“Sudah jelas ia tidak bersalah, (tapi) kami tetap menghargai langkah lembaga kehakiman Perancis yang memberikan kebebasan,” kata Ramin Mehmanparast saat Majid Kakavand, seorang insinyur Iran kembali ke negaranya.
“Kami menganggap hal ini sebagai poin positif dalam hubungan Perancis dan Iran,” kata Mehmanparast sebagaimana dikutip kantor berita Mehr.
Pasca kedatangannya, Majid Kakavand mengatakan kepada para wartawan, “Saya rasa saya punya hak untuk melayangkan keluhan terhadap para pejabat AS seawal mungkin.”
Kakavand, yang ditangkap pada Maret 2009, menaiki pesawat Iran Air yang terbang dari Perancis setelah permintaan ekstradisi AS ditolak oleh Perancis.
Para pejabat AS menuding Kakavand membeli komponen dan instrumen elektronik melalui sebuah perusahaan Malaysia, kemudian mengekspornya ke Iran antara tahun 2006 hingga 2008.
Washington bersikeras menuding Kakavand membeli teknologi sensitif yang dapat dipergunakan untuk tujuan-tujuan militer dan melanggar hukum ekspor karena tidak mengurus izin resmi untuk mengapalkan barang-barang tersebut ke Iran.
Namun, Perancis tidak meberapkan persyaratan ekspor serupa untuk Iran dan perusahaan IEI yang menerima perintah pengiriman dikenakan larangan perdagangn setelah Kakavand melakukan transaksi, kata para pejabat Perancis.(suaramedia)