20 May 2010

AS Cari Cara Untuk Masuk Ke Hizbullah

ImageWASHINGTON – Pemerintahan Obama mencari cara untuk membangun “elemen-elemen moderat”dalam tubuh gerakan gerilya Hizbullah Libanon dan mengurangi pengaruh garis keras, demikian kata seorang pejabat tinggi Gedung Putih.
John Brennan, asisten presiden untuk masalah keamanan dan antiterorisme, bertemu dengan para pemimpin Libanon dalam kunjungan yang dilakukan baru-baru ini.


“Hizbullah adalah sebuah organisasi yang sangat menarim” kata Brennan dalam sebuah konferensi di Washington. Menurutnya, Hizbullah telah berevolusi dari “sebuah organisasi teroris murni menjadi sebuah milisi, kemudian menjadi sebuah organisasi yang kini memiliki anggota yang tersebar di parlemen dan kabinet,”


“Pastinya ada tindakan-tindakan tertentu dari Hizbullah yang menjadi kekhawatiran kami. Yang harus kami lakukan adalah menemukan cara untuk memudarkan pengaruh mereka dalam organisasi dan mencoba membangun elemen-elemen yang lebih moderat,” kata Brennan.


Dia tidak menegaskan bagaimana Washington berharap untuk mempromosikan “elemen-elemen moderat” tersebut, mengingat organisasi tersebut dicap sebagai “organisasi teroris asing” oleh Amerika Serikat.


“Kami tidak akan berurusan dengan mereka,” tambahnya.


Dalam konteks lain, Brennan juga mengungkapkan kekhawatiran mengenai semakin berkembangnya ancaman “serangan skala kecil,” ia mengacu pada plot serangan gagal yang hendak dilakukan di New York.


John Brennan mengacu pada kasus Najibullah Zazi, seorang imigran Afghanistan, dan Faisal Shahzad, tersangka Pakistan-Amerika yang dicurigai merencanakan bom mobil di Times Square. Ia mengatakan bahwa hal itu merupakan bagian dari tren menuju serangan yang lebih spektakuler.


“Hal-hal semacam inilah yang saya khawatirkan,” kata Brennan dalam sebuah forum yang disponsori The Nixon Center.


Brennan juga membenarkan mengenai tim interogasi baru AS yang ditugasi menanyai para tersangka teror yang mulai beroperasi di dalam negeri dan luar negeri dalam enam, hingga tujuh bulan terakhir.


Awal bulan ini, Libanon dan Amerika Serikat membahas kerja sama dalam hal penumpasan pemberontakan pada tingkat tinggi.


Para pejabat mengatakan bahwa pemerintahan Presiden Barack Obama telah mengeksplorasi kemungkinan penambahan perlengkapan dan pelatihan untuk pasukan keamanan Libanon. Mereka mengatakan Washington mengemukakan kemungkinan untuk meningkatkan kemampuan tempur Libanon dalam kunjungan penasihat presiden, John Brennan, pada 27 April.


“Mereka membahas cara-cara bagi AS untuk membantu militer Libanon,” kata militer Libanon.


Brennan bertemu dengan Kepala Staf Jenderal Jean Kahwaji, Menteri Pertahanan Elias Murr, dan juga Perdana Menteri Saad Hariri. Para pejabat mengatakan para pemimpin Libanon mendesak Brennan melanjutkan pengiriman landasan militer AS ke Beirut.


Sejak tahun 2006, Amerika Serikat telah mengapalkan hampir $500 juta perlengkapan militer dan persenjataan kepada militer Libanon dan aparat keamanan. Namun pengiriman AS dihentikan tahun lalu karena dominasi Hizbullah dalam pemerintahan Hariri.


Para pejabat mengatakan Brennan mendesak para pemimpin Libanon untuk menghadapi milisi Palestina yang beroperasi di luar kamp pengungsian. Brennan menyinggung mengenai operasi Front Populer Pembebasan Komando Umum Palestina, yang berbasis di wilayah timur dan tengah Libanon.


Bulan lalu, AS dan Israel menuding Syiria mempersenjatai Hizbullah dengan peluru kendali dan teknologi persenjataan yang amat kuat. Brennan mengatakan, ia menyampaikan kekhawatiran tersebut dalam kunjungannya yang dilakukan baru-baru ini di kawasan tersebut.


Kedutaan besar Syiria di Washington membantah tudingan itu dan menyebut bahwa hal itu hanya upaya Israel untuk mengalihkan perhatian dunia dari isu pembangunan pemukiman ilegal Israel, penjajahan Israel terhadap tanah Arab, senjata nuklir Israel dan persenjataan AS yang terus dikirimkan pada Israel.


Departemen Luar Negeri AS kemudian mengatakan bahwa jika benar ada transfer rudal Scud dari Syiria ke Hizbullah, maka hal itu akan membahayakan Libanon.


“Jika hal semacam itu dilakukan, dan kami terus menganalisis isu ini, maka jelas bahwa hal itu menempatkan Libanon dalam bahaya besar,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri, P.J. Crowley, kepada para wartawan.


sumber: suaramedia