TAIPEI – Sebuah pesawat yang terbang dari Taiwan menuju China terpaksa mendarat karena ancaman bom dari seorang warga negara Amerika. Sialnya, ancaman bom tersebut hanya ancaman palsu.
Pesawat tersebut melakukan pendaratan darurat setelah seorang penumpang bercanda dan mengatakan bahwa ia membawa bom, demikiann kata pihak berwajib.
Pesawat dari maskapai China Airlines Taiwan yang menempuh jalur penerbangan Taipei – Shanghai tersebut mendarat dengan selamat di Hangzhou, China sebelah Timur.
Kapten pesawat memutuskan untuk segera melakukan pendaratan di Hangzhou karena khawatir dengan keselamatan para penumpang dan awak pesawat.
Penumpang pesawat itu pun ditangkap dan diinterogasi oleeh aparat. Polisi kemudian memeriksa bagasi penumpang tersebut dan tidak menemukan adanya bahan peledak.
Pria bernama George Lin, 68, tersebut kemudian mengakui bahwa ancaman bom yang ia lontarkan itu hanya gurauan belaka, kata aparat.
Bruce Chen, juru bicara China Airlines, mengatakan penumpang tersebut bepergian dengan menggunakan paspor Amerika Serikat, demikian dikutip oleh kantor berita Associated Press.
Juru bicara itu menambahkan bahwa penumpang tersebut tampaknya tidak berada dalam keadaan mabuk.
Pesawat yang mengangkut 293 orang penumpang dan 22 orang awak kabin tersebut akhirnya berangkat dari Hangzhou dan mendarat dengan selamat di Shanghai.
Pesawat itu melanjutkan perjalanan setelah 4 jam lamanya tertahan di Hangzhou. Mao Kun-yi dari satuan Polisi Udara Taiwan membenarkan mengenai penangkapan Lin di China, namun ia tidak dapat memberikan konfirmasi mengenai pemberitaan yang menyebutkan bahwa Lin membuat lelucon dengan klaim sebuah bom dalam barang bawaannya.
Lin memegang paspor AS, namun ia pergi ke China dengan menggunakan dokumen Taiwan, kata Mao.
Mao menambahkan, Lin memiliki kepentingan bisnis di China, namun ia tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
Para staf konsulat AS di Shanghai yang ditemui pada hari Minggu (2/5) tidak bersedia memberikan komentar atau memberi konfirmasi mengenai adanya penangkapan jika tidak ada surat pernyataan pelepasan hak tuntutan pribadi yang telah ditandatangani.
China dan Taiwan mulai membuka rute penerbangan resmi oada tahun 2008 lalu setelah Presiden Ma Ying-jeou yang kala itu baru dilantik mengambil inisiatif untuk membalikkan kebijakan pro kemerdekaan pendahulunya untuk menjalin hubungan ekonomi yang erat dengan China daratan.
Saat ini, ada 270 penerbangan per pekan yang menempuh rute China – Taiwan dan sebaliknya.
China dan Taiwan memisahkan diri di tengah perang sipil yang pecah pada tahun 1949.
Tahun 2009 lalu, Taiwan membuat geram China setelah menyetujui kedatangan tokoh spiritual Tibet Dalai Lama. Beijing melabeli tokoh Tibet yang berbasis di India tersebut sebagai seorang separatis dan pemerintah negara tirai bambu tersebut mengecam kunjungan Dalai Lama.
Kantor Presiden Taiwan, yang mendapatkan hujan cercaan karena respon yang dinilai terlalu lamban terhadap bencana angin topan Morakot, dan para pejabat keamanan nasional memutuskan untuk mengijinka kunjungan Dalai Lama dari tanggal 31 Agustus hingga 3 September, demikian kata kantor informasi pemerintah. Keputusan pemberian ijin kunjungan tersebut dicapai dalam sebuah pertemuan yang berlangsung selama lima jam.
“Presiden Ma telah melakukan hal yang benar setelah waktu yang amat, sangat lama,” kata Khedroob Thondup, seorang anggota parlemen Tibet yang menetap di Taipei karena berada dalam pengasingan. “Jika mereka menolak kedatangan Yang Mulia (Dalai Lama), maka hal tersebut akan memicu timbulnya reaksi yang tidak menyenangkan.” (dn/bbc/wp/cp/sm)