Teror 9-11 sudah berlalu 10 tahun. Tetapi selubung misteri masih melingkupi. Pemerintah AS memang telah merilis laporan resmi komisi penyelidikan 9-11. Sebenarnya, sebelum penyelidikan tuntas pun, Bush sudah langsung menyatakan bahwa Al Qaida adalah pelaku terori 9-11 dan menyerukan "perang melawan terorisme" dengan menggunakan kata ‘crusade' (perang Salib). Bush mengatakan, "this crusade, this war on terrorism is going to take a while."
Namun, hasil penyelidikan resmi itu sama sekali tidak mampu menjawab berbagai pertanyaan ‘sederhana' terkait keanehan kejadian 9-11.
Pertanyaan-pertanyaan ‘sederhana' itu, antara lain: bagaimana seorang pilot amatiran yang konon baru lulus pelatihan pilot, bisa menabrak Menara Kembar WTC secara tepat? Bila kita memandang kota dari tempat yang sangat tinggi, pemandangan yang terlihat adalah datar bagaikan seperti selembar peta. Menurut Thierry Mayssan, penulis buku 9/11: The Big Lie, untuk menabrak menara WTC, pesawat perlu terbang sangat rendah dan kemampuan terbang serendah itu sangat sulit dilakukan oleh pilot yang sangat berpengalaman sekalipun.
Kedua, tak lama setelah ditabrak, Menara Kembar yang sangat kokoh itu runtuh dengan ‘rapi' (seperti sedang mengalami demolition atau peruntuhan gedung tua dengan memasang bom pada tempat-tempat yang sudah diperhitungkan secara cermat). Bahkan berbagai dokumentasi foto/video memperlihatkan potongan besi baja yang ‘rapi' (terpotong menyerong, khas demolition). Namun, laporan komisi penyelidikan menyatakan bahwa terbakarnya bahan bakar pesawat menimbulkan panas yang melelehkan struktur logam utama kedua bangunan.
Teori ini disangkal keras oleh William Manning, editor majalah profesional "Fire Engineering". Menurutnya, "Kerusakan bangunan akibat ditabrak pesawat dan ledakan dari bahan bakar pesawat tersebut tidak cukup untuk meruntuhkan menara WTC." Manning juga memertanyakan, mengapa besi-besi reruntuhan WTC segera dijual ke China, padahal penelitian belum tuntas? Padahal, lazimnya dalam peristiwa-peristiwa kebakaran atau ledakan, semua barang di lokasi kejadian tidak boleh dipindahkan hingga penelitian tuntas.
Namun sebelum membahas lebih lanjut tentang bagaimana proses hancurnya WTC, perlu dicari tahu dulu, siapa sebenarnya yang menguasai gedung WTC yang hancur itu?
Jurnalis independen Christopher Bollyn, memberikan jawabannya. Ada dua nama yang menguasai WTC, yaitu Larry Silverstein dan Lewis Eisenberg. Silverstein dan partnernya, Frank Lowy (pria Australia-Israel) adalah developer real estat. Mereka memiliki hak sewa selama 99 tahun atas WTC. Sementara itu, Eisenberg berperan dalam melakukan privatisasi properti WTC dan mengatur negosiasi yang akhirnya memberikan hak sewa kepada properti itu kepada Silverstein dan Lowy. Ketika WTC hancur, Silverstein dan Lowy meraup milyaran dollar uang dari perusahaan asuransi.
Silverstein dan Lowy meraih hak sewa atas WTC tak lama sebelum terjadinya teror 9-11, tepatnya tanggal 26 Juli 2001. Silverstein menguasai the 10.6 juta-kaki persegi ruang perkantoran di kompleks WTC, dan Lowy menguasai 427.000 juta-kaki persegi mall di kompleks WTC.
Silverstein dan Eisenberg dikenal sebagai pendukung utama Israel, dan punya jabatan tinggi di lembaga pencarian dana untuk Israel di AS. Keduanya sama-sama memiliki jabatan tinggi di the United Jewish Appeal (UJA), sebuah organisasi ‘amal' Zionis yang sangat kaya. Silverstein sendiri pernah menjabat sebagai ketua United Jewish Appeal-Federation of Jewish Philanthropies of New York, Inc. Ini adalah organisasi yang mengumpulkan dana ratusan juta dollars setiap tahun untuk disalurkan kepada lembaga-lembaga Zionis di AS dan Israel.
Eisenberg memainkan peranan penting dalam proses jatuhnya hak sewa WTC kepada Silverstein dan Lowy. Padahal, keduanya sebenarnya bukanlah pemenang dari proses lelang gedung itu . Pemberi tawaran tertinggi sebenarnya adalah Vornado Realty Trust, tapi dengan berbagai cara, Eisenberg menjegalnya, sehingga Vornado muncur, dan membuka pintu bagi Silverstein dan Lowy.
Yang agak luput dari pembicaraan terkait 9-11 adalah runtuhnya gedung WTC 7 (gedung lain di sekitar Menara Kembar WTC), pada sore hari 9 September 2001 itu. Tidak ada pesawat yang menabrak gedung setinggi 47 lantai itu, namun tetap runtuh. Siapa pemiliknya? Tak lain tak bukan, Silverstein. Lagi-lagi, ditemukan bukti-bukti bahwa bom-lah penyebab runtuhnya WTC 7.
Kembali pada teori runtuhnya WTC, secara umum ada dua teori. Teori resmi dari pemerintah AS adalah menara kembar itu runtuh karena bahan bakar pesawat yang terbakar menimbulkan panas yang melelehkan struktur logam utama kedua bangunan. Sebaliknya, para peneliti independen mengatakan bahwa tidak mungkin ‘hanya' ditabrak pesawat, gedung setangguh WTC bisa hancur total (seharusnya, hanya kerusakan di beberapa lantai saja, yang dekat dengan titik tabrakan). Selain itu, di lokasi juga ditemukan bukti-bukti (antara lain, video dan foto-foto yang menunjukkan adanya 5-6 kawah bekas ledakan yang luas dan dalam) mengarahkan pada simpulan bahwa ada ledakan bom berkekuatan sangat besar yang sebelumnya sudah ditanam di dalam gedung.
Bila teori kedua ini yang dianggap lebih masuk akal, logikanya, perlu sepasukan penuh orang untuk membawa berton-ton bom ke dalam gedung WTC dan meletakkannya secara cermat, supaya bisa meruntuhkan gedung raksasa itu dengan ‘rapi'. Tak mungkin aksi penanaman bom ini dilakukan dengan diam-diam tanpa ketahuan pemilik gedung. Tentu pertanyaan selanjutnya adalah "siapa yang memiliki akses penuh terhadap WTC sebelum terjadinya 9-11?"
Lagi-lagi, jawabannya adalah Silversten. Dialah yang menguasai hak sewa selama 99 tahun atas WTC sejak 26 Juli 2001. (ir/kons)
Bacaan lanjutan: file PDF hasil penelitian (Prof. Em) Dr. Steven E. Jones (ahli fisika) berjudul "Why Indeed Did the WTC Buildings Collapse?" bisa diunduh di sini: http://wtc7.net/articles/WhyIndeed09.pdf
*©Dina Y. Sulaeman
penulis adalah alumnus Magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran