Dewan Eropa baru-baru ini menyusun kembali "kebijakan bertetangga" Uni Eropa. Menurut Thorbjorn Jagland, Sekjen Dewan Eropa dalam ucapannya menyebut kebijakan baru ini akan diterapkan di Tunisia dan Maroko. Kebijakan bertetangga Uni Eropa merupakan satu alat yang dipakai dalam hubungan luar negeri organisasi ini dengan negara-negara tetangganya.
Dalam kerangka kebijakan bertetangga, negara-negara tetangga Eropa yang terletak di timur dan selatan Mediterania, yakni Timur Tengah dan Afrika Barat yang menerapkan syarat-syarat tertentu akan mendapat bantuan finansial dan teknologi dari Uni Eropa. Tujuan dari kebijakan bertetangga UE ini adalah menggabungkan negara-negara Arab dan Afrika di sekitar Mediterania dengan Uni Eropa. Namun mengingat transformasi yang terjadi di negara-negara ini sangat mempengaruhi Uni Eropa terutama dari sektor ekonomi dan sosial. Sebagai contoh, pergantian kekuasaan di Tunisia telah menciptakan gelombang imigrasi ilegal ke Eropa.
Kini Uni Eropa dengan kebijakan bertetangga ini tengah berusaha mempengaruhi negara-negara di kawasan ini dengan skala lebih luas. UE berusaha memberlakukan sejumlah syarat seperti reformasi ekonomi, sosial, politik dan peradilan kepada negara-negara tersebut bila ingin mendapatkan bantuan finansial dan akses pasar. Dengan kata lain, Eropa dengan memanfaatkan bantuan finansial dan teknologi berusaha mengubah substansi ekonomi, sosial dan politik negara-negara tetangganya sesuai kepentingannya. UE mengklaim bahwa kebijakan bertetangga ini bertujuan menciptakan perubahan di negara-negara tetangga yang sedang berkembang. Kebijakan ini dapat memperkuat proses demokratisasi, perlindungan HAM dan perluasan kebebasan politik dan sipil.
Sekalipun telah menjelaskan tujuannya, tapi harus diakui bahwa Uni Eropa gagal menciptakan perubahan rezim-rezim despotik di kawasan. Sejatinya, UE malah menjadi faktor penguat rezim-rezim diktator di kawasan ini dengan menandatangani pelbagai kontrak besar dengan mereka. Muammar Gaddafi, diktator Libya menjadi bukti akan hal ini. Pembelian senjata Gaddafi dari Eropa dan pemberian konsesi dalam kontrak minyak dan gas kepada perusahaan-perusahaan Eropa secara praktis telah menjadikan rezim Libya sebagai anak emas Uni Eropa. Hal ini terjadi sebelum kebangkitan rakyat Libya menentang diktator Gaddafi.
Namun kondisi telah berubah. Rakyat Timur Tengah dan Afrika Utara telah bangkit menuntut perubahan dan lengsernya rezim-rezim diktator. Perubahan ini memaksa Dewan Eropa menyusun kembali kebijakan bertetangga menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi di kawasan ini. Menurut Sekjen Dewan Eropa, penerapan kebijakan baru ini telah dimulai dengan menyerahkan sejumlah usulan kepada pemerintahan baru Tunisia terkait kondisi undang-undang baru, penyelenggaraan pemilu dan penyusunan Undang Undang Dasar. Pada dasarnya Uni Eropa tengah berusaha mengarahkan perubahan yang dituntut oleh rakyat di kawasan agar sejalan dengan kepentingan mereka.(irib)