Lebih dari 200 orang bersenjata yang diduga anggota Al Qaida merebut kota Zinzjibar, Yaman selatan setelah dua hari pertempuran seru dengan pasukan keamanan yang menewaskan 16 orang, kata seorang pejabat, Minggu.
Oposisi Yaman menduduh Presiden Ali Abdullah Saleh telah membiarkan Zinzjibar, ibu kota provinsi Abyan jatuh ketangan pria-pria bersenjata untuk meningkatkan kecemasan menyangkut Al Qaida dan dalam usaha meningkatkan dukungan internasionalnya yang mengendor.
Para gerilyawan Al Qaida "dapat menguasai kota Zinzjibar... dan mengambil alih seluruh fasilitas pemerintah," kecuali markas besar brigade mekanik ke-25, yang dikepung gerilyawan, kata pejabat keamanan itu.
Penduduk melaporkan pertempuran seru berkobar di kota itu Jumat dan Sabtu, dan pria-pria bersenjata membebaskan puluhan tahanan dari penjara utama Zinzjibar.
Seorang saksi mata yang tidak bersedia namanya disebutkan mengatakan pria-pria bersenjata itu membunuh tentara yang menyerah dan penduduk tidak bisa menguburkan mereka.
Puluhan keluarga lari ke arah Aden, kota utama di selatan, di antara mereka adalah Nazir Ahmed Said, yang mengemukakan kepada AFP ia lari karena "kota itu dikuasai pria-pria bersenjata yang mengatakan mereka dari Al Qaida."
"Sabtu pagi, pria-pria bersenjata itu menyerukan penduduk ke luar rumah melalui pengeras suara dan membuka toko-toko mereka, tetapi tidak banyak yang menjawab imbauan itu karena mereka takut,"tambahnya.
Pejabat keamanan itu memperkirakan lebih dari 200 gerilyawan menyerang kota itu.
"Disesalkan tidak ada perhatian dari pihak berwenang," katanya dan menambahkaan bahwa "para pemimpin di provinsi Abyan meninggalkan daerah itu sebelum pertempuran berkobar."
Ia termasuk di antara para pejabat kaamanan terakhir meninggalkan kota itu, katanya.
Lima tentara dan sorang warga sipil tewas Jumat, kata dua pejabat keamanan lainnya sementara penduduk Zinzjibar mengatakan mereka menemukan 10 mayat tentara yang menambah jumlah korban tewas menjadi paling tidak 16 orang.
Dalam satu pernyataan, koalisi oposisi parlemen Forum Bersama menuduh Saleh "menyerahkan Zinzjibar kepada kelompok-kelompok bersenjata yang ia bentuk dan persenjatai untuk terus membuat takut akan aksi Al Qaida yang membuat kawasan itu dan internasional merasa tidak aman.
Saleh sejak Januari menghadapi protes-protes yang menuntut dia mundur setelah 33 tahun berkuasa.
Pada 22 Mei, ia menolak menandatangani satu perjanjian yang disponsori Dewan Kerja Sama Teluk yang antara lain menetapkan ia menyerahkan kekuasaan dalam 30 hari dengan imbalan kekebalan dari hukuman.
Saleh dalam hari-hari belakangan ini memperingatkan bahwa Al Qaida akan mengambil keuntungan dari jatuhnya pemerintahnya.
"Jatuhnya rezim itu berarti ambruknya persatuan dan republik ini," katanya.
"Jika rezim ini jatuh, Al Qaida akan berkembang di provinsi-provinsi Hadramaut, Shabwa dan Abyan, dan situasi akan memburuk," katanya yang ditujukan pada "sahabat-sahabat kita Amerika Serikat dan Uni Eropa."
Saleh adalah sekutu utama AS dalam memerangi cabang Al Qaida di Yaman, yang mengakui serangan-serangan terhadap AS dan kepentingan-kepentingan Barat lainnya. (antaranews)