9 May 2011

Arab Saudi dan Diktatorisme Arab

ImageArab Saudi saat ini berubah menjadi salah satu pendukung utama diktator dunia, menyusul petualangan negara kaya minyak ini di kawasan. Aksi Riyadh mengintervensi sejumlah negara termasuk Bahrain dan aktif menumpas perjuangan rakyat di Manama membuktikan hal ini. Menganalisa transformasi di Timur Tengah untuk memahami kebangkitan rakyat di kawasan tak mungkin dilakukan tanpa mencermati lebih detail peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Sejak kebangkitan rakyat Tunisia dan keberhasilan mereka menggulingkan diktator Zine El Abidine Ben Ali hingga tumbangnya Hosni Mubarak di Mesir membuktikan realita ini.


Sementara itu, rezim Arab Saudi menyaksikan gelombang kebangkitan rakyat menjadi ketakutan kehilangan kekuasaannya dan bernasib malang seperti mitra-mitranya di Mesir dan Tunisia. Oleh karena itu, Riyadh bersedia menampung Ben Ali serta keluarganya dan melindunginya dari tuntutan rakyat untuk diadili. Uniknya lagi masalah ini terkesan ditutup-tutupi dan tidak banyak diekspos keluar. Media massa pun tidak banyak memberitakan sikap penguasa Saudi ini.


Saat terjadi protes besar-besaran anti Mubarak di Mesir terdapat tiga pandangan. Pertama, negara yang mendukung aksi rakyat dan menyebut tumbangnya Mubarak sebagai hal pasti. Kedua, negara Eropa dan Amerika Serikat yang tetap menunggu perkembangan lebih lanjut untuk menentukan sikap. Dan ketiga adalah negara yang takut gelombang protes rakyat akan menyebar ke negaranya. Arab Saudi termasuk kelompok ketiga yang takut aksi protes menentang diktator merebak ke negaranya.


Karena itulah, Raja Abdullah yang saat itu menderita sakit dan tengah dirawat di Amerika langsung menghubungi Barack Obama, presiden AS serta mempertanyakan sikap tak menentu Washington. Kekalahan Riyadh dalam hal ini bukan hanya karena gagal mempertahankan Mubarak, namun sikap selanjutnya Mesir pasca tumbangnya Mubarak kian menambah kesulitan bagi para rezim Arab.


Sementara itu, apa yang terjadi di Bahrain membuktikan dengan jelas dukungan penguasa Saudi terhadap rezim al-Khalifa. Dalam hal ini, Arab Saudi tak cukup melobi Amerika, namun dengan terang-terangan mengirim tentaranya untuk melindungi rezim al-Khalifa serta menumpas aksi protes rakyat.


Adapun di Libya, sikap Arab Saudi sangat membingungkan dan menimbulkan pertanyaan, meski Riyadh menyatakan khawatir atas masa depan Tripoli. Di sisi lain, meski hubungan rezim Saudi dengan Muammar Gaddafi selama ini kurang harmonis, namun tampaknya Riyadh tetap memilih mendukung Gaddafi. Hal ini dibuktikan dengan sikap Arab Saudi yang menolak memberikan izin terbang bagi pesawat yang mengangkut menteri luar negeri dari kubu revolusioner.


Sejatinya dengan mencermati perkembangan di Tunisia, Mesir, Libya, Yaman dan Bahrain akan mudah ditemukan intervensi dan dukungan Arab Saudi baik nyata maupun tidak terhadap para diktator di negara tersebut. Di sini timbul pertanyaan, apa sebenarnya yang dituju Arab Saudi dengan semua langkahnya tersebut ? Pertanyaan ini mudah dijawab, Arab Saudi mendukung para diktator Arab dengan harapan dapat melanggengkan kekuasaannya di negara kaya minyak ini. Mereka takut bernasib sama seperti Ben Ali dan Mubarak karena digulingkan oleh rakyatnya sendiri. (irib)