Baliho raksasa di depan bekas markas Partai Demokratik Nasional itu kini tinggal kenangan. Tak ada lagi tulisan "NDP untuk masa depan anak-anak Anda" dengan gambar wajah beberapa bocah tersenyum lebar. Nasib bekas partai paling berkuasa di Mesir ini sehitam gedung kantor pusatnya di pinggir Lapangan Tahrir yang ludes dibakar massa.
Sabtu dua pekan lalu, pengadilan administratif tertinggi Mesir mengeluarkan putusan final: partai yang didirikan Presiden Anwar Sadat (almarhum) ini resmi dibubarkan. Seluruh gedung dan asetnya harus diserahkan kepada negara.
NDP dinilai melanggar undang-undang partai politik, karena partai seharusnya menyerukan demokratisasi dan persatuan nasional. "NDP justru memonopoli kekuasaan, membangkitkan perpecahan sosial, menyebarluaskan korupsi politik, serta menyalahgunakan hak dan kebebasan yang diamanatkan konstitusi 1971," demikian bunyi putusan pengadilan.
Putusan ini terbit setelah ada gugatan dari editor Al-Osbou, Mustafa Bakri; pemimpin Partai Damai Demokratis, Ahmed al-Fadally; dan aktivis politik, Mahmoud Abul-Enein.
Juru bicara NDP, Nabil Louka Bibawi, menyatakan partai menghormati putusan tersebut. Tapi mereka tetap akan melakukan upaya perlawanan. Ada sekitar 400 kantor partai di seluruh negeri. Sebagian dimiliki NDP, dan sekitar 100 merupakan kantor sewaan. "Kami siap menyerahkan kantor yang kami sewa, dan kami akan minta banding untuk mempertahankan kantor lain agar tetap menjadi milik kami."
Perdana Menteri Essam Sharaf menyambut baik putusan tersebut. "Ini indikasi bahwa perjalanan menuju negara hukum telah dimulai," katanya Selasa pekan lalu.
Sejak revolusi Februari, beberapa kebijakan telah dijalankan penguasa sementara untuk memenuhi tuntutan reformasi di Negeri Firaun: pembubaran NDP oleh dewan tertinggi militer, pembuatan konstitusi baru, rencana menggelar pemilu legislatif dan presiden, serta pembubaran parlemen yang sebagian anggotanya merupakan hasil pemilihan umum tahun lalu.
Belakangan orang-orang dekat Husni Mubarak ditahan untuk diperiksa dan diadili dalam kasus korupsi. Dua pekan lalu, Mubarak sendiri dan dua anaknya, Gamal dan Alaa, ditahan selama 15 hari untuk diperiksa. Mereka dianggap bertanggung jawab atas beberapa kasus, antara lain pembunuhan terhadap demonstran selama revolusi Februari serta penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi. Beberapa gubernur yang memiliki hubungan erat dengan Mubarak pun sudah diganti.
Mesir benar-benar berbenah dari titik nol. Partai-partai politik pun bersiap menyambut pemilu beberapa bulan ke depan. Bahkan NDP sebenarnya tengah berbenah habis-habisan. Hanya beberapa hari sebelum putusan pengadilan, orang-orang NDP bersepakat mereformasi partai. Nama partai diubah menjadi Partai Nasional Baru.
Keponakan Anwar Sadat, Talaat el-Sadat, terpilih menjadi ketua. Dia langsung melakukan pembersihan. Pengurus partai yang terbukti korup dipecat. Kepengurusan juga banyak mengakomodasi pemuda. Diupayakan 50 persen pengurus adalah orang muda. "Kami tak membubarkan partai karena masih ada ribuan anggota yang jujur," kata Talaat el-Sadat.
Namun pengamat dari Pusat Studi Politik dan Strategis Al-Ahram, Emad Gad, tak sepakat dengan Talaat el-Sadat. "Partai Demokratik Nasional bukan partai sejati, hanya sekumpulan kepentingan," katanya. "Sumber utama kekuatan partai ini adalah saling melengkapi dengan kekuasaan. Jadi, setelah rezim Mubarak runtuh, partai ini juga berakhir."
Bukan hanya bekas aktivis NDP yang harus memulai dari nol. Partai-partai lain masih terseok, termasuk Partai Al-Wafd yang liberal dan Al-Tagammu yang kiri.
"Partai-partai pecah akibat konflik internal, antara orang tua dan generasi muda," kata pengamat lain dari Pusat Studi Politik dan Strategis Al-Ahram, Nabil Abdel Fattah. "Sebagian lagi dikuasai uang, sementara sisanya lemah dan tidak memiliki pendukung serta tidak memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam demokrasi."
Di Partai Al-Tagammu, 73 anggota komite pusat mengundurkan diri dan berencana meluncurkan partai kiri baru, setelah presiden partai itu, Refaat el-Saeid, menolak turun. "Mereka turun atau kami akan membuat perubahan," kata Khaled Teleiman, anggota muda Al-Tagammu. Sebelumnya, telah ada pecahan yang membentuk Partai Koalisi Rakyat.
Demikian pula Partai Al-Wafd, partai oposisi terbesar dan terkuat pada masa rezim Mubarak. Sebanyak 84 anggota pengurusnya menuntut penggantian sang pemimpin, Al-Sayed al-Badawy. Mereka mengancam akan mundur kalau tuntutan tak dipenuhi. "Problem partai ini adalah kepemimpinan partai, bukan partainya sendiri," kata Abdel Aziz al-Nahas, anggota Komite Tinggi Al-Wafd.
Perpecahan bahkan dialami pula oleh Ikhwanul Muslimin, yang dulu dilarang menjadi partai. Setelah revolusi, sebagian aktivisnya membentuk Partai Al-Wasat. Sebagian lainnya akan membentuk Partai Kebebasan dan Keadilan, yang lebih fleksibel. "Partai ini akan menjadi suara politik kami dan akan ada aturan keanggotaan," kata Wakil Ketua Ikhwanul Muslimin Rashad Bayoumi. "Semua orang dipersilakan bergabung, termasuk umat Koptik."
sumber: majalahtempo
Hidangan Penjara Bintang Lima
Tora Farm bukanlah kawasan pertanian atau resor megah. Bangunan semen berlantai dua berwarna abu-abu itu adalah sebuah penjara. Beberapa mantan petinggi dan orang kaya Mesir sekarang menetap di sini, termasuk dua anak Husni Mubarak: Gamal dan Alaa.
Di bangunan kusam ini, Gamal dan Alaa menggunakan identitas baru sebagai tahanan nomor 23 dan 24. "Mereka sangat hancur," ujar seorang pejabat di Tora Farm yang tak bersedia disebut namanya kepada The New York Times. "Mereka melakukan apa pun yang diminta, mereka tak bersuara."
Keduanya ditahan selama 15 hari untuk pemeriksaan dugaan kasus korupsi. Ayah mereka, mantan presiden Husni Mubarak, seharusnya bergabung di bangunan yang berisi sekitar 600 tahanan ini. Tapi Mubarak, yang diduga terlibat korupsi, menyalahgunakan kekuasaan, dan memerintahkan pembunuhan terhadap para demonstran dalam revolusi Mesir, kini terbaring di rumah sakit militer di Kairo.
Sebelum ditahan, Husni Mubarak menyangkal tudingan tersebut. Beberapa media, termasuk Forbes, menyebutkan kekayaan keluarga Mubarak mencapai US$ 70 miliar, yang didapat dari perjanjian militer rahasia serta penjualan minyak dan gas alam ke Israel. Sedangkan Gamal dan Alaa diduga memanfaatkan kekuasaan ayahnya dan jabatan di Partai Demokratik Nasional untuk mengumpulkan kekayaan.
Meski terpisah dari ayahnya, Gamal dan Alaa tetap bersama orang-orang dekatnya semasa jaya. Mantan perdana menteri Ahmed Nazif; orang dekat Mubarak, Fathi Sorour; dan bangsawan yang pernah menyatakan rakyat Mesir belum siap berdemokrasi, Zakaria Azmi, menghuni bilik tak jauh dari sel Gamal dan Alaa.
Keseharian mereka kini jauh berbeda dengan saat masih jaya. Di balik jeruji, mereka sama seperti tahanan lain. Gamal harus berbagi sel dengan Alaa. Meski ada televisi dan kulkas kecil, tidak ada kanal televisi berbayar.
Untuk makanan, mereka mendapat kiriman dari luar. Seorang tahanan yang dulunya konglomerat real estate dan anggota parlemen, Hisham Talaat Moustafa, menyediakan makanan buat para tetangga barunya, yang dia kirim dari Hotel Four Seasons.
"Kondisi Gamal lebih buruk daripada Alaa," kata pejabat penjara. Menurut dia, Gamal, yang dulunya putra mahkota dalam trah politik keluarga Mubarak, kini jauh lebih kurus. Gamal hanya makan sedikit dan tidak tidur dengan baik. Dia selalu menyendiri.
"Ini bukan tempat tinggal bintang lima," kata si pejabat Tora Farm. "Ini adalah penjara biasa. Tapi orang menyebutnya penjara bintang lima karena mereka yang berada di sini berasal dari elite masyarakat."