Menurut informasi yang diterima kelompok oposisi Libya, terdapat sejumblah penembak jitu wanita, yang diduga berasal dari gerilyawan Marxis FARC asal Kolombia, Amerika Selatan, yang tergabung dalam dengan pasukan bayaran lainnya untuk memperkuat pertahanan loyalis Gaddafi.
Para tahanan dan saksi mata di Misurata, kota terbesar di barat Libya yang sebagian berada di bawah kendali pemberontak, memberikan kesaksian mengenai adanya sejumlah penembak jitu wanita dari Amerika Selatan yang beroperasi di kawasan tersebut bersama dengan tentara bayaran lain yang setia pada Gaddafi.
Tentara bayaran yang bertempur untuk rezim Gaddafi kabarnya mendapat bayaran hingga 1.000 dolar per hari.
Informasi yang ditemukan di komputer milik Raul Reyes, seorang komandan FARC yang tewas di tangan prajurit Kolombia pada 2008, mengindikasikan bahwa kelompok gerilyawan tersebut punya hubungan jangka panjang dengan Libya.
Para penyelidik juga menemukan sebuah surat dari FARC tertanggal 4 Desember 2000 yang dialamatkan kepada "Kamerad Kolonel Muammar Gaddafi" yang meminta pinjaman 100 juta dolar dengan jangka pembayaran lima tahun untuk membeli senjata seperti peluru kendali dari darat ke udara.
FARC, Pasukan Bersenjata Revolusioner Kolombia, telah memerangi pemerintah Kolombia sejak 1960-an.
Dalam sebuah wawancara dengan majalah Der Spiegel, Presiden Kolombia Juan Manuel Santos mengatakan bahwa Libya menawari FARC 300 juta dolar, namun ia mengaku tidak tahu apakah uang tersebut sudah diterima atau belum.
Maret lalu, kantor berita Europa Press menyebutkan mengenai upaya peminjaman dana oleh FARC kepada Libya dengan berkoordinasi dengan Presiden Nikaragua Daniel Ortega terkait koordinasi dukungan Libya di kawasan tersebut.
Menurut kantor berita tersebut, dalam sebuah surat yang ditemukan di komputer-komputer Raul Reyes, disebutkan bahwa dana yang diminta sedianya dikirimkan "melalui tangan" Presiden Nikaragua, Daniel Ortega.
Surat kedua yang tertanggal 23 Februari 2003 tersebut dialamatkan kepada "Yang Terhormat Kamerad Daniel" dan mengomunikasikan keyakinan Gaddafi terhadap operasi FARC dan juga menandai peranan regional Ortega dalam mendukung Libya.
"Libya telah memberi tahu kita bahwa tanggung jawab politik operasi Libya di kawasan ini ada di tangan Ortega," demikian disebutkan dalam surat tersebut.
Ortega merupakan anggota penting dari gerakan sayap kiri Sandanista yang merebut kendali Nikaragua pada akhir 1970-andan di sepanjang 1980-an. Setelah menjabat sebagai presiden dalam jangka waktu itu, ia tetap menjadi tokoh berpengaruh di dunia politik Nikaragua. Meski tiga kali mengalami kegagalan kampanye, ia akhirnya merebut kembali kekuasaan pada 2007.
Para pemberontak di Libya mengklaim punya bukti bahwa Kolonel Gaddafi juga mendapatkan bantuan dari tentara bayaran atau para pendukung dari berbagai negara, di antaranya Aljazair, Belarusia, dan Chad.
"Delegasi Uni Afrika mendapat pemberitahuan bahwa kami punya bukti," kata Guma el-Gamaty, koordinator dewan pemberontak di Inggris, dalam wawancara melalui telepon dengan Washington Times.
"Kami amat yakin bahwa pemerintah Aljazair, yang dikendalikan para jenderal militer, membantu Gaddafi karena mereka ingin menekan pembrontakan," tambahnya.
Andrey Sabinykh, juru bicara Kementerian Luar Negeri Belarusia, pekan lalu membantah pasukan Belarusia ada di Libya.
Bulan ini, Kalzeubet Pahimi Deubet, juru bicara pemerintah Chad, menuding pemberontak Libya mengeksekusi warga Chad yang salah dituding sebagai tentara bayaran. (SMcom)