Para mantan narapidana politik Bahrain, yang baru-baru ini dibebaskan dari penjaraoleh penguasa bahrain, menuntut pengadilan HAM untuk meminta pertanggungjawaban pemerintah Inggris atas kebijakan represif rezim Bahrain.
Para mantan narapidana politik Bahrain, yang baru-baru ini dibebaskan dari penjara, menuntut pertanggungjawaban Inggris atas kebijakan represif rezim Bahrain.
Penguasa Bahrain, Raja Hamad al Khalifa, membebaskan lebih dari 300 narapidana politik baru-baru ini dalam sebuah konsesi kepada pemrotes yang muak dengan 40 tahun kekuasaan brutalnya di negara pulau kecil di Teluk Persia itu.
Narapidana politik yang dibebaskan termasuk akademisi, aktivis HAM, blogger dan ulama.
Pusat HAM Bahrain telah menegaskan klaim para mantan narapidana bahwa mereka mengalami penyiksaan sistematis ekstrim.
"Pemerintah Inggris memikul tanggung jawab berat untuk penindasan di Bahrain. Apa yang kami alami di sini adalah penyiksaan yang dilakukan dan diperintahkan oleh personil keamanan Inggris," ujar salah satu narapidana yang dibebaskan, Abduljalil al Singace, profesor teknik mekanik di Universitas Bahrain.
Banyak narapidana dan tokoh oposisi yang percaya bahwa personil Inggris terus terlibat dalam kebijakan dan praktik polisi rahasia Bahrain, Badan Keamanan dan Intelijen (SIS).
Mereka menunjukkan bahwa metode interogasinya identik dengan yang digunakan di era 1970an, 1980an, dan 1990an ketika SIS dikepalai oleh Ian Henderson, seorang petugas polisi Inggris, yang diyakini masih menjabat sebagai penasihat pribadi Raja Bahrain.
Kelompok oposisi Bahrain menyebut Henderson sebagai "kepala penyiksa".
Anggota parlemen Inggris, Lord Avebury, George Galloway, dan Jeremy Corbyn sebelumnya menyerukan kepada pemerintah Inggris untuk menuntutnya atas keterlibatan pribadi dalam perlakuan buruk terhadap narapidana Bahrain, beberapa di antara mereka meninggal di dalam penjara.
Mantan narapidana lainnya, Profesor al Singace, ditahan bulan Agustus lalu menjelang pemilihan umum di Bahrain.
"Kami meminta Pengadilan HAM Eropa untuk menuntut pertanggungjawaban pemerintah Inggris atas penindasan tak manusiawi di Bahrain. Warga negara Inggris telah terlibat dalam perlakuan paling barbar terhadap warga sipil tak bersalah dengan sepengetahuan dan seijin pemerintah Inggris," ujar Profesor al Singace.
Para mantan narapidana itu berulangkali menyebutkan nama mantan kepala keamanan negara, Henderson, sebagai penyiksa utama mereka.
Anggota tubuh mereka disetrum, sementara lainnya disiksa oleh penjaga dengan botol gelas, seperti yang disaksikan oleh mantan narapidana lain. Beberapa mengatakan bahwa mereka digantung di tangan dan kaki seperti hewan dan dipukuli dengan selang karet yang keras.
Salah seorang aktivis politik dengan nama Mohammed, 58, mengatakan dirinya telah bertemu dengan Henderson secara langsung.
"Penyiksaan dan penindasan yang dilakukan oleh rezim Bahrain sebagian besar adalah hasil kerja Henderson. Tapi bukan hanya dia saja. Seluruh aparat keamanan negeri ini diperintah oleh Henderson dan petugas Inggris," ujarnya.(SM)