Di saat tuntutan demonstrasi anti rezim diktator makin populer di Timur Tengah. Sejumlah pejabat pemerintahan dan militer Israel mendukung keselamatan rezim Bashar al-Assad yang dianggap lebih bisa diprediksi ketimbang harus menghadapi rezim baru yang menggantikan rezim yang sudah ada.
Upaya Presiden Syiria Bashar al-Assad untuk menekan unjuk rasa membuat Israel gelisah. Kegelisahan Israel bahkan lebih besar dibandingkan dengan kegelisahan terhadap perubahan rezim di Mesir baru-baru ini.
Tidak seperti hubungan dengan Mesir, Israel dan Syiria tidak memiliki kesepakatan damai. Syiria yang memiliki persenjataan canggih dalam jumlah besar dianggap sebagai salah satu musuh terkuat Israel.
Meski Israel sering mengkritik Assad karena hubungan baik dengan Iran, mempersenjatai gerakan Hizbullah, dan menampung para pemimpin Hamas, banyak pihak di Israel yang beranggapan bahwa bagi Israel mungkin lebih baik jika Assad tetap berkuasa.
"Tentu lebih baik berurusan dengan setan yang sudah dikenal," kata Moshe Maoz, seorang mantan penasihat pemerintah dan pakar urusan Syiria di Harry S. Truman Institute for the Advancement of Peace di Hebrew University.
Sejumlah pejabat pemerintahan dan militer Israel menolak berbicara panjang lebar mengenai Assad karena khawatir komentar mereka justru bisa menjadi bumerang mengingat kuatnya sentimen anti-Israel di dunia Arab. Hal itu terjadi saat sejumlah pejabat Israel coba memberikan dukungan kepada Presiden Mesir Hosni Mubarak sebelum Mubarak lengser pada 11 Februari silam.
"Secara resmi, lebih baik menghindari reaksi dan mengawasi situasi," kata Mayor Jenderal Amos Gilad, direktur kebijakan Kementerian Pertahanan Israel. Ia memprediksikan rezim Assad akan selamat.
Secara pribadi, para pejabat Israel membenarkan bahwa meski Assad bukan kawan, mungkin ia lebih baik dibandingkan alternatif lainnya, di antaranya adalah perang saudara, pemberontakan bergaya Irak, atau pengambilalohan oleh Ikhwanul Muslimin.
Israel mengkhawatirkan cadangan persenjataan Syiria, termasuk di dalamnya rudal Scud, ribuan roket yang mampu menjangkau seluruh Israel, hulu ledak kimia, sistem pertahanan darat ke udara, dan angkatan udara yang sudah menua.
Setelah dalam beberapa tahun terakhir menggelontorkan miliaran dolar untuk meningkatkan kemampuan militernya, Syiria kabarnya mengupayakan program nuklir hingga Israel mengebom lokasi yang diduga merupakan reaktor di Syiria pada 2007 lalu.
Meski demikian, Assad dianggap sebagai musuh yang bisa diprediksi dan dianggap mengancam, tapi sebenarnya tidak. Assad tidak membalas serangan udara tahun 2007 dan, sama seperti Hafez Assad, ayah dan pendahulunya, ia berhati-hati menghindari konfrontasi langsung dengan Israel, ia lebih suka mempersenjatai milisi anti-Israel seperti Hizbullah dan Hamas.
Assad bahkan sempat terlihat berminat melakukan pembicaraan damai dengan Israel, meski ia bersikeras meminta Israel mengembalikan Dataran Tinggi Golan yang dirampas Israel pada perang di Timur Tengah tahun 1967.
"Meski ada sejumlah aspek yang bermasalah, Bashar masih tetap stabil," kata Eyal Zisser, kepala pusat studi Timur Tengah di Universitas Tel Aviv. "Perbatasan (dengan Syiria) tenang. Anda tahu harus melakukan apa dalam menghadapinya. Di sisi lain, jika menghadapi lawan yang tidak diketahui, maka tidak ada kepastian."
Jika Assad tumbang, banyak pihak di Israel yang mengatakan bahwa kemungkinan terbaiknya adalah pemerintahan Sunni yang moderat. Kaum mayoritas Sunni di Syiria telah sejak lama menentang keluarga penguasa penganut aliran minoritas Alawi (cabang dari Syiah, dianggap Islam oleh sebagian, khususnya di Libanon dan Syiria, namun dianggap di luar Islam oleh sebagian lainnya), dan sebagian berharap pemerintahan Sunni akan memutuskan hubungan Syiria dengan Iran.
"Sebuah rezim Sunni jelasakan menjaga jarak dengan Iran dan Hizbullah yang Syiah," kata Zisser. "Rezim dalam bentuk apa pun tidak akan terlalu condong pada aliansi semacam itu."
Akan tetapi, dalam jangka pendek, militer Israel khawatir bahwa Assad mungkin berusaha mengalihkan perhatian dari masalah dalam negeri dengan memicu bentrokan dengan Israel, entah secara langsung atau melalui Hizbullah atau Hamas.
Pada hari Rabu, Assad menyalahkan negara-negara Barat yang mengusung agenda Israel untuk memicu kerusuhan di Syiria.
Sebagian pihak menganggap membuang-buang kesempatan dalam beberapa tahun terakhir untuk mencapai kesepakatan damai dengan Syiria, yang mungkin menjadi landasan membangun hubungan bilateral dengan pemerintahan di masa mendatang. Para perdana menteri Israel dalam beberapa tahun terakhir enggan menjalin kesepakatan semacam itu, sebagian karena masyarakat Israel menolak mengembalikan Dataran Tinggi Golan.
Maoz mengatakan, kesepakatan semacam itu bisa menjauhkan Syiria dari pengaruh Iran dan memperbaiki hubungan dengan dunia Arab, namun pembicaraan semacam itu tidak mungkin karena kerusuhan yang mengancam kekuasaan Assad. "Israel telah kehilangan kesempatan berdamai dengan Syiria," kata Maoz.(SMcom)