KAIRO – Sejumlah laporan menyebutkan bahwa Israel mengirimkan senjata pembubar massa kepada pemerintah Mesir untuk mengendalikan unjuk rasa besar-besaran terhadap Presiden Hosni Mubarak yang telah 30 tahun berkuasa di Mesir.
International Network for Rights and Development menyatakan bahwa tiga unit pesawat Israel mendarat di Bandara Internasional Mina Sabtu lalu dengan membawa perlengkapan untuk membubarkan dan menekan massa dalam jumlah besar, demikian dilaporkan seorang koresponden Press TV.
Menurut laporan itu, pasukan keamanan Mesir menerima barang muatan dari tiga pesawat Israel. Diduga, isi kargo tersebut adalah sejumlah besar gas pembubar massa yang penggunaannya dilarang secara internasional.
Rakyat Mesir turun ke jalanan dan menggelar aksi di seluruh penjuru negeri selama delapan hari untuk menuntut pengunduran diri Mubarak.
Kerusuhan itu memaksa Mubarak untuk pertama kalinya mengangkat wakil presiden dan perdana menteri baru, bagian dari upaya putus asa Mubarak untuk mempertahankan kekuasaan.
Namun sejauh ini hal itu gagal menenangkan para pengunjuk rasa yang marah. Mereka bersumpah akan tetap berada di jalanan hingga Mubarak mundur.
Unjuk rasa yang belum pernah terjadi sebelumnya itu memicu kekhawatiran terkait kemungkinan krisis energi di Israel karena kemungkinan lahirnya pemerintahan baru yang Islami di Mesir, negara yang memasok 40 persen gas alam Israel.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berpidato di hadapan para menteri kabinetnya pada hari Minggu. Dalam pidatonya, Netanyahu menyoroti pentingnya hubungan Tel Aviv dengan Kairo. Ia juga menyatakan, "Israel mengikuti perkembangan peristiwa di Mesir dan kawasan sekitarnya dengan kewaspadaan."
"Saya mengingatkan kalian bahwa perdamaian antara Israel dan Mesir telah bertahan selama lebih dari tiga dekade. Saat ini kami berusaha menjamin kelanjutan hubungan tersebut," kata Netanyahu.
Sementara itu, Israel mengizinkan Msir mengerahkan pasukan ke Semenanjung Sinai meski sudah ada kesepakatan bilateral yang menyatakan bahwa Mesir hanya boleh menempatkan polisi di kawasan itu.
Tel Aviv mengatakan bahwa langkah itu dilakukan untuk mencegah terjadinya revolusi di Mesir saat rakyat memprotes rezim Mubarak selama delapan hari berturut-turut meski ada peringatan dan pengerahan pasukan untuk berjaga-jaga.
Sebuah laporan PBB menyebutkan bahwa sejauh ini setidaknya ada 300 orang yang tewas dan ribuan orang lainnya luka-luka dalam unjuk rasa tersebut.
Motif Israel memberikan bantuan kepada rezim Mubarak boleh jadi sama dengan Amerika Serikat yang juga mendukung rezim tersebut.
Sebelumnya terungkap bahwa peluru gas air mata yang ditembakkan polisi antihuru-hara Mesir untuk menghalau para pengunjuk rasa jalanan di negara yang kini dilanda kerusuhan itu ternyata adalah buatan Amerika Serikat.
Para pengunjuk rasa mengirimkan sejumlah foto dari selongsong peluru yang diambil dari Tahrir Square di Kairo kepada ABC News.
Menurut label yang tertera di selongsong tersebut, produsen gas air mata itu adalah Combined Systems International dari Jamestown, Pennsylvania.
Di situs internetnya, perusahaan tersebut mengklaim menjual "senjata tidak mematikan" kepada negara-negara asing, tanpa secara spesifik menyebutkan nama Mesir. (suaramedia)