Menteri Luar Negeri Mesir Ahmed Aboul Gheit tak bisa menyembunyikan kemarahannya atas penyataan Wakil Presiden AS Joe Biden yang membingungkan, terkait pergolakan di Mesir. Menurut Gheit, Washington tampaknya mencoba memaksakan kehendaknya pada Kairo.
"Karena ketika Anda bicara soal segera, secepatnya, sekarang, seakan-seakan Anda memaksa sebuah negara besar seperti Mesir, teman yang hebat yang selalu mempertahankan hubungan baik dengan Amerika Serikat, Anda memaksakan kehendak Anda padanya," cetus Gheit dalam wawancara dengan stasiun TV Amerika, PBS seperti dilansir Reuters, Kamis (10/2/2011).
Hal itu disampaikan petinggi Mesir tersebut menanggapi pernyataan Biden yang menyerukan adanya reformasi politik segera di Mesir. Biden juga mendesak pemerintah Mesir untuk mengakhiri UU keadaan darurat yang diberlakukan di tengah aksi demo antipemerintah yang terus berlangsung di negeri itu.
"Ketika saya baca itu pagi tadi, saya sangat heran karena saat ini, saat kami bicara ini, kami ada 17.000 tahanan yang berkeliaran di jalan, kabur dari penjara yang telah dihancurkan. Bagaimana Anda bisa meminta saya menghentikan UU darurat selagi saya dalam kesulitan," cetus Gheit.
"Beri saya waktu, biarkan saya punya kendali untuk menstabilkan bangsa, menstabilkan negara dan baru kemudian kami akan mempertimbangkan isu itu," tutur Gheit.
Diimbuhkan Gheit, sejak awal dimulainya aksi demonstrasi di Mesir, dirinya sering marah dan kesal pada apa yang dianggapnya sebagai pesan membingungkan dari pemerintah AS seiring terjadi pergolakan di Mesir.
Aksi demo antipemerintah di Mesir hingga kini telah menginjak hari ke-17. Massa demonstran terus mendesak pengunduran diri Presiden Mesir Hosni Mubarak. Menurut organisasi HAM internasional, Human Rights Watch (HRW), sejauh ini, setidaknya 297 orang tewas selama aksi protes tersebut berlangsung.
detik