Presiden Mesir Hosni Mubarak pada Sabtu ini (29/1) menyatakan dirinya menolak untuk memenuhi tuntutan demonstran yang memintanya ia mengundurkan diri, setelah mengerahkan pasukan dan tank ke kota-kota dalam upaya untuk memadamkan ledakan unjuk rasa jalanan melawan pemerintahannya 30 tahun.
Mubarak membubarkan pemerintahan dan menyerukan dialog nasional untuk mencegah kekacauan setelah seharian terjadi 'pertempuran' antara polisi dan pengunjuk rasa yang marah karena kemiskinan dan pemerintahan yang otokratis. Sumber-sumber medis mengatakan sedikitnya 24 orang telah tewas dan lebih dari seribu orang terluka dalam bentrokan di Kairo, Suez dan Alexandria.
Kerusuhan yang belum pernah terjadi sebelumnya telah mengirimkan gelombang kejutan melalui Timur Tengah, di mana para penguasa otokratik lain mungkin menghadapi tantangan, dan gelisah terhadap kondisi pasar keuangan global pada hari Jumat kemarin. Presiden AS Barack Obama mengatakan dia telah berbicara dengan Mubarak dan mendesak Mubarak segera melakukan "langkah-langkah konkret yang memajukan hak-hak rakyat Mesir."
Mubarak menegaskan ia tidak berniat untuk mengundurkan diri atas terjadinya demonstrasi besar, yang dipicu oleh penggulingan dua pekan lalu, Presiden Tunisia Zine al-Abidine Ben Al Ben Ali. Unjuk rasa jalanan di Tunis memfokuskan pada isu-isu yang sama yaitu melawan kemiskinan dan penindasan politik. Demonstrasi sejenis juga terjadi di Yaman.
"Akan ada langkah-langkah baru menuju demokrasi dan kebebasan dan langkah-langkah baru untuk menghadapi pengangguran dan meningkatkan standar hidup dan jasa, dan akan ada langkah-langkah baru untuk membantu orang miskin dan orang-orang dengan pendapatan terbatas," kata Mubarak.
"Ada garis tipis antara kebebasan dan kekacauan dan saya bersandar ke arah kebebasan bagi masyarakat dalam mengekspresikan pendapatnya seperti saya berpegang pada kebutuhan untuk menjaga keselamatan Mesir dan stabilitasnya," tambahnya. (Eramuslim.com)