Pemerintahan Presiden Barack Obama bersiaga terkait laporan bahwa ada ribuan separatis politik dan anggota Taliban yang tertangkap dilaporkan menghilang di tangan polisi dan pasukan keamanan Pakistan, dan sebagian di antaranya mungkin telah disiksa atau dibunuh.
Isu tersebut muncul dalam laporan Departemen Luar Negeri kepada Kongres AS bulan lalu yang berisi desakan terhadap Pakistan untuk menangani hal tersebut dan juga pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang lain.
Hal tersebut diduga akan menjadi sumber keretakan dalam hubungan antara kedua sekutu masa perang yang sering kali diliputi ketegangan.
Kekhawatiran AS tersebut terkait dengan klaim sejumlah kelompok pembela HAM yang menyebut dinas keamanan Pakistan telah melenyapkan sejumlah orang dalam sepuluh tahun terakhir, utamanya di Baluchistan, sebuah provinsi yang luas dan bergolak, jauh dari pertempuran dengan Taliban dan menahan mereka, memutus komunikasi, tanpa tuntutan.
Sejumlah pejabat AS mencurigai Pakistan menggunakan dalih peperangan untuk menangkap para anggota gerakan oposisi nasionalis Baluch yang telah turun temurun berperang untuk memisahkan diri dari Pakistan. Sebagian orang yang "menghilang" adalah gerilyawan, sementara sebagian lainnya warga sipil.
"Ada ratusan kasus yang menumpuk di pengadilan dan tetap tidak terpecahkan," demikian isi laporan untuk Kongres yang dikirimkan Departemen Luar Negeri AS kepada Capitol Hill, 23 November lalu.
Seorang pejabat di Kongres AS memberikan salinan dokumen setebal delapan halaman yang telah dibuka kerahasiaannya tersebut kepada New York Times.
Secara terpisah, laporan tersebut juga menjabarkan kekhawatiran bahwa militer Pakistan menghabisi para anggota Taliban yang tak bersenjata, bukannya menyidangkan mereka.
Dua bulan lalu, Amerika Serikat melakukan hal di luar kebiasaan dengan menplak melatih atau mempersenjatai sekitar enam unit Angkatan Darat Pakistan yang diyakini telah menghabisi pada tahanan tak bersenjata dan warga sipil dalam serangan-serangan baru-baru ini terhadap Taliban.
Laporan terbaru Departemen Luar Negeri tersebut berisi sejumlah tudingan pemerintah AS dengan menggunakan bahasa yang paling tajam mengenai pembunuhan di luar tatanan hukum yang berlaku.
"Perkembangan pemerintah Pakistan dalam hal hak asasi manusia terbatas, (pemerintah Pakistan) juga terus menghadapi tantangan-tantangan HAM," demikian disimpulkan laporan Deplu AS tersebut. "Pasukan keamanan Pakistan terus melakukan pelanggaran HAM."
Pemerintahan Obama berusaha menghadapkan Pakistan dengan bukti pelanggaran HAM oleh pasukan keamanan dan intelijennya, hal itu dirahasiakan dan hanya diketahui kedua negara karena pemerintah AS khawatir bahwa kecaman di hadapan publik dapat merusak kerjasama dengan Pakistan dalam memerangi Al Qaeda, Taliban, dan kelompok-kelompok lain.
Para pembela HAM mengatakan, jumlah pasti orang yang menghilang sulit ditentukan. Sebagian karena para anggota keluarga korban khawatir jika mereka melaporkan para korban yang menghilang, maka hal itu justru akan membahayakan para kerabat atau diri mereka sendiri.
"Sulit menetapkan jumlah (orang yang) menghilang karena juga ada intimidasi terhadap kerabat orang yang menghilang," kata Ali Dayan Hasan, seorang peneliti senior untuk Human Rights Watch di Lahore, Pakistan.
"Orang-orang tidak membuka mulut di hadapan publik. Tapi, kami bisa dengan aman menyatakan bahwa hal tersebut atas perintah dari seberang Pakistan, khususnya sehubungan dengan kontraterorisme," tambahnya.
Pada hari Rabu (28/12) di Islamabad, Menteri Dalam Negeri Rehman Malik berpidato mengenai masalah keamanan di Baluchistan tanpa menyinggung sedikit pun mengenai peristiwa menghilangnya orang-orang tersebut. "Kami berusaha menegakkan hukum di Baluchistan," katanya di hadapan Majelis Nasional. "Saya akan memastikan bahwa kami akan melakukan segalanya demi memperbaiki keadaan."
Intelijen Pakistan mengatakan bahwa organisasi-organisasi HAM melebih-lebihkan jumlah tersebut. (Suaramedia.com)