Program senjata nuklir rahasia Pakistan dilaporkan membuat marah AS yang berusaha untuk menutup cadangan bahan baku fisil di seluruh dunia.
Menurut pemberitaan Daily Mail, pemerintahan Obama terganggu oleh pengungkapan bahwa sejumlah menara pendingin di reaktor rahasia Pakistan, Khushab-III, telah selesai dibangun.
Proyek itu terungkap oleh gambar satelit yang didapatkan oleh pengawas nuklir, Institute for Science and International Security.
Menara-menara pendingin itu mengisyaratkan bahwa pabrik bisa mulai beroperasi dalam hitungan bulan, memungkinkan Pakistan untuk secara substansial meningkatkan cadangan plutonium setingkat senjata.
AS juga diyakini khawatir tentang rencana China untuk membangun dua reaktor nuklir di Pakistan.
Kesepakatan antara Pakistan dan China melampaui Kelompok Pemasok Nuklir (NSG) yang melarang penjualan peralatan nuklir ke negara-negara yang belum menandatangani Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Berbicara tentang ambisi nuklir Pakistan, Ashley Tellis, seorang akademisi di Carnegie Endowment for International Peace, mengatakan, "Pakistan merasa akan dipaksa untuk menutup cadangan bahan baku fisilnya dan ingin memastikan telah memiliki cukup banyak sebelum ditutup."
Sebelumnya, Asisten Wakil Negara Bagian untuk Kontrol Senjata AS, Ross Gottmeiler, telah memperingatkan Pakistan bahwa kesabaran negaranya mulai habis.
Khushab-III adalah yang paling baru dari rangkaian reaktor yang dibangun untuk menghasilkan bahan bakar bagi program senjata nuklir Pakistan.
Khushab-II, yang berlokasi di sebelah pabrik baru ini, menjadi beroperasi di bulan Februari.
Plutonium yang diproduksi di kompleks itu memungkinkan untuk pembangunan senjata yang kecil namun mematikan: satu kilogram bisa menghasilkan ledakan setara dengan 20,000 ton bahan peledak konvensional.
Pekerjaan di Khushab III tetap dilanjutkan bahkan saat Pakistan berjuang untuk mengatasi banjir yang telah menyebabkan kerusakan senilai 27 milyar pound – dan di tengah kekhawatiran memuncak atas keamanan jangka panjang dari senjata nuklir negara tersebut.
Tahun lalu, Presiden AS Barack Obama, menyerukan untuk sebuah perjanjian baru yang terbukti mengakhiri produksi bahan baku fisil. Sebagai respon, Konferensi Pelucutan Senjata, koalisi 64 negara yang menegosiasikan Konvensi Senjata Kimia tahun 1992 dan Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif tahun 1996, setuju untuk menegosiasikan Perjanjian Penghentian Bahan Baku Fisil, dimaksudkan untuk menutup produksi uranium diperkaya setingkat senjata dan sebagian besar bentuk plutonium. Tapi Pakistan, yang tengah memperdalam hubungan nuklirnya dengan China, telah memblokir Konferensi Pelucutan Senjata mulai awal diskusi, mengatakan bahwa penghentian akan mengganggu kepentingan keamanan nasionalnya.
Ashley Tellis, seorang akademisi di Carnegie Endowment for International Peace, mengatakan, "Pakistan berpikir akan memaksa untuk menutup cadangan bahan fisil dan ingin memastikan telah memiliki sebanyak mungkin sebelumnya." Posisi negara itu telah membuat frustrasi banyak negara lain.
Pakistan bersikukuh bahwa program senjata nuklirnya dibutuhkan untuk melawan kekuatan konvensional superior India, musuh bebuyutannya. Dalam sebuah laporan terbaru oleh Bulletin of Atomic Scientist, Hans Kristensen dan Robert Norris memperkirakan bahwa negara itu telah mengumpulkan 70-90 kepala nuklir, bandingkan dengan India yang memiliki 60-80 kepala nuklir, dan telah memproduksi cukup bahan fisil untuk membangun 90 lagi. (Suaramedia.com)