Sebuah surat kabar di London, memuat headline yang menarik baru-baru ini: "Setelah enam tahun, produk bank Syariah mengalami 'kegagalan besar'."
Industri keuangan Islam di London masih belum bisa keluar jadi embrio. Islamic Bank of Britain (IBB), yang dijadikan sebagai basis tulisan Times, menunjukkan lebih banyak tentang perusahaan dan penawaran, daripada yang dilakukannya sehubungan dengan keuangan Syariah di negara non-Muslim. Situasi ini mungkin lebih merupakan konsekuensi dari keuangan Islam yang menekankan kuantitas, ada dua juta orang Muslim di Inggris. Strategi itu, jelas tidak mungkin memenuhi syarat perbankan.
Sekilas perbankan di pusat keuangan Islam seperti Bahrain, UAE, Malaysia, mengungkapkan bahwa industri keuangan Islam tidak bisa melampaui 30 persen pangsa pasar. Di Malaysia, mayoritas nasabah keuangan Islam ternyata bukanlah Muslim, tetapi etnis Cina. Atas dasar itu, bagaimana industri ini bisa mengambil kesuksesan keuangan Islam?
Ekonomi imigran
Mayoritas Muslim Inggris berasal dari anak benua India (India, Pakistan, Bangladesh, dll). Mereka datang mencari peluang ekonomi yang lebih baik, pendidikan yang baik untuk anak-anak mereka, dan mobilitas ke tingkat atas. Imigran ini berasal dari negara-negara dimana keuangan Islam kurang lebih hanya sebuah teori dan tak ada praktiknya sama sekali di tahun 1960-an dan 1970-an. Akhirnya, pengalaman perbankan Islam Inggris, dari Albaraka sampai United Bank Kuwait (sekarang) Islamic Bank of Britain, mengakibatkan peraturan dan pajak yang sama, tapi bahkan belum membuka pintu untuk keuangan Islam. Mengapa?
Pertama, Pemerintah Inggris telah berbicara tentang Sukuk yang berdaulat dalam beberapa tahun belakangan ini, namun, sampai saat ini, tidak ada yang terwujud. Tony Blair pernah membicarakan dan menyatakan komitmen dukungan serta kuat dukungan mereka untuk keuangan Islam, namun, industri ini masih menunggu 'keajaiban.' Ketertarikan Prancis baru-baru ini terhadap keuangan Islam dan mungkin akan melewati London.
Tidak berkembangnya keuangan Islam di Eropa, atau negara G20 lainnya, mungkin disebabkan oleh berbagai faktor:
1. Kurangnya minat di bidang keuangan Islam dan kenyamanan dengan keuangan konvensional.
2. Penawaran dari keuangan Islam terlalu mahal.
3. Keuangan Islam, seperti yang saat ini ditawarkan, tidak 'cukup Islami'.
4. Ulama yang didaulat untuk produk itu mungkin tidak dikenal secara lokal.
5. Penyedia tidak responsif terhadap kebutuhan massa;
6. Setelah peristiwa 9 / 11, umat Islam tertentu khawatir jika mereka ikut serta dalam keuangan Islam, mereka akan ada dalam daftar teroris pemerintah beberapa jam kemudian. (eramuslim)