6 Jun 2010

Inilah Kisah Detil Penyergapan Tentara Israel di Atas Kapal Mavi Marmara

ImageMuhammad Yasin, 29 tahun, jurnalis TV-One tak menyangka tugasnya kali ini sangat berbahaya dan mengerikan. “Ini pertama kali saya pergi ke luar negeri,” katanya saat ditemui Tempo Sabtu kemarin.


Ceritanya bermula saat dirinya ditawari atasannya di televisi itu pada Jumat 15 Mei lalu untuk meliput ke Gaza. "Tanpa pikir-pikir saya oke. Karena memang sudah pengen sih,” ujarnya.


Ia pun langsung berangkat ke Istanbul, Turki. Sampai Turki, pada 21 Mei ia pun langsung menemui sejumlah narasumber yang berasal dari relawan Indonesia dan negeri jiran Malaysia untuk diwawancari.


Ia pun ikut para relawan itu dalam pertemuan-pertemuan dengan panitia penyelenggara, organisasi kemanusiaan IHH dari Turki. Tiga hari dua malam berada di Istanbul, kapal Mavi Marmara tampak bersandar di pelabuhan. Ternyata kapal tak berangkat dari Istanbul.


Pagi hari dilepas ribuan warga Istanbul, Mavi Marmara meninggalkan pelabuhan menuju Antalia, tanpa penumpang. Sekitar 700 relawan termasuk Yasin berangkat dengan bus ke Antalia, malam harinya. Para relawan itu pun harus bermalam tiga hari dua malam di Antalia. “Di atas kapal, kami dapat di dek dua, semua laki-laki, perempuan di floor satu," kata Yasin. Di kapal itu ada 400 lebih penumpang laki-laki. Sisanya perempuan dan beberapa anak di bawah umur, bahkan ada anak laki-laki yang baru berusia satu tahun, anak seorang aktivis Turki.


Yasin menuturkan, perjalanan awalnya tampak tenang. Sehari-hari penumpng muslim tampak menjalankan shalat berjamaah. Dalam perjalanan itu para relawan saling berbincang-bincang santai dan ngopi. Kadang mereka juga membahas langkah-langkah serius yang harus dilakukan.


Hari kedua di kapal itu mulai berkembang informasi dari relawan negara-negara Eropa yang mengemukakan bahwa Israel tak akan pernah buka blokade. Israel, katanya, akan melakukan beragam cara untuk mencegah kapal masuk perairan Israel. “Bahkan berkembang informasi kalau aktivis Yahudi garis keras akan digunakan dengan dalih merompak kapal,” kata Yasin. Beruntung semua informasi itu tak menjadi kenyataan.


Minggu (31/5) ketika waktu beranjak pukul 11 malam, suasana mulai gaduh, karena kapten kapal dan juga para penumpang dengan mata telanjang melihat lampu kapal (laut) menyorot terang. Ada empat kapal perang tentara Israel terus mendekat ke kapal Mavi.


Saat itu Mavi memang tidak sendiri tapi ada lima kapal lainnya yang membawa misi kemanusiaan. Posisi kapal Mavi memang paling depan. Sedangkan lima kapal lain ada di belakang. "Sayai masih melihat kapal itu dari jauh, kapal Israel semakin lama semakin mendekat,” ujar Yasin.


Awalnya para aktivis menyangka kapal-kapal Israel itu cuma menakut-nakuti saja. Namun para aktivis itu bersiap-siap. Pelampung mereka kenakan. Mereka kawatir jika pasukan Isreal itu tiba-tiba menyerang. Perasaan mereka terus galau karena kapal-kapal Israel itu semakin mendekat dan memepet kapal Mavi Marmara. Para penumpang pun mulai sibuk mencari kayu dan besi-besi untuk senjata, bahkan ada juga yang membawa ketapel.


Sekitar pukul 02.00 suasana bertambah gaduh. Para wartawan mulai teriak-teriak dan masuk ke press room yang ada di kapal itu. “Mereka (tentara Israel) sudah di sini...mereka sudah di sini,” begitulah teriakan yang didengar Yasin.


Di kapal itu selain Yasin memang ada 19 jurnalis lainnya dari berbagai TV dan media cetak manca negara, seperti Aljazeera, Kutz TV Lebanon, Press TV Londo, Harbour TV Turkir.


Yasin melihat kapal Israel itu makin merapat ke kapal Mavi. Di dalam kapal Mavi, mereka mulai memukul-mukulkan kayu dan besi ke badan kapal. Bunyinya seperti kentongan ronda saat ada maling. Teraikan Allahu Akbar juga terdengar bersahut-sahutan. “Saya melihat masih ada jamaah di dek tiga sedang Shalat Subuh,” ujarnya. “Saya mendengar ledakan pertama posisinya di belakang saya, bunyi dua kali."


Ledakan itu membuat penumpang panik dan suasana gaduh. Ledakan itu disusul ledakan berikutnya dengan asap dan kilatan api. Dari kapal (seperti speeedboat) bunyi tembakan membentur badan kapal. “tuing..tuing..tuing…” Kurang lebih 15 menit kapal Mavi dihujani peluru.


Serangan berlanjut dari udara. Helikopter datang dari atas menderu-deru. “Saya melihat dek empat sudah porak poranda tertiup baling-baling kapal,” ujar Yasin.


Lalu satu per satu tentara Israel itu turun satu per satu dari helikopter. Spontan para penumpang Mavi marah. Mereka memukul tentara Israel itu bertubi-tubi. Namun aktivis asal Turki mencegah kemarahan penumpang itu. “Saya melihat kening tentara Israel berdarah, tapi tidak parah,” kata Yasin.


Melihat ada rekannya ada yang terluka, tentara Israel itu bak banteng ketaton. Pasukan yang turun pun semakin banyak. Suasana di atas kapal Mavi Marmara menjadi kacau. Tembakan peluru karet menumbangkan sejumlah relawan, termasuk beberapa orang yang berdiri di dekat Fitri Moeslim Taher, Ketua Tim Mer-C. "Korban pertama yang saya seret itu Usamah, aktivis yang tinggal di London tapi berasal dari Palestina. Dia tidak bisa bernapas," ujar Fitri.


Korban kedua jatuh lagi akibat peluru karet. Korban ketiga yang tumbang ternyata sudah tidak bernyawa saat disaksikan dari tepi dek oleh Fitri dan Arief. "Saya lihat keningnya, tepat diantara mata benjol," Fitri melanjutkan. Ternyata, korban ditembak dari belakang kepala, tetapi peluru masih bersarang di keningnya.


Dari kapal terdengar pengumuman dalam bahasa Inggris tanda menyerah, karena korban sudah berjatuhan. Bahkan seorang anggota parlemen Israel, Knessset, Haneen Zoubi yang ikut kapal kemanusiaan itu melambai-lambaikan kain putih dan kardus bekas minuman dalam kemasan dengan huruf Ibrani tak digubris para tentara Israel itu.


Permintaan seorang dokter Turki, yang memberi tanda menyerah juga diacuhkan. Dalam sejam kapal sudah dikuasai tentara Israel.


Para tentara Israel mengikat semua penumpang termasuk yang sakit. Satu persatu orang yang terluka dibawa keluar dari rombongan dengan todongan senjata. “Masih ada orang Eropa,” teriak tentara Israel.


Delapan orang berdiri meninggalkan rombongan. Di dalam kapal tinggal orang-orang berambut hitam, Turki, dan Arab. Mereka digeledah satu persatu. Jurnalis mendapat giliran pertama yang digeledah.


Menurut Abbas al-Lawati, seorang jurnalis dari Uni Emirat Arab, salah seorang tentara Israel, menggendong seorang anak kecil berusia setahun di tangan kanan dan memegang senjata tangan kirinya, menodongkan senjata kepada kapten (nahkoda) kapal. "Dia meminta kapten mengarahkan kapal ke Pelabuhan Ashdod, Israel," kata Yasin.(tempo)

Artikel Terkait

- Reviewer: Asih - ItemReviewed: Inilah Kisah Detil Penyergapan Tentara Israel di Atas Kapal Mavi Marmara Deskripsi: Muhammad Yasin, 29 tahun, jurnalis TV-One tak menyangka tugasnya kali ini sangat berbahaya dan mengerikan. “Ini pertama kali saya pergi ke l... Rating: 4.5
◄ Newer Post Older Post ►