MADRID – Duta besar Iran untuk Spanyol, Morteza Saffari, mengatakan bahwa AS mempromosikan ‘Iranofobia’ di Timur Tengah untuk membenarkan kehadiran militernya di kawasan kaya minyak itu.
“AS sedang mengejar strategi Iranofobia untuk membenarkan kehadiran militernya di kawasan ini, yang ditujukan untuk mendominasi sumber-sumber energinya,” ujar Saffari seperti dikutip oleh kantor berita IRNA.
“Kebijakan Iranofobia memiliki hubungan langsung dengan permintaan energi Washington,” jelasnya.
Utusan Iran itu kemudian mengatakan bahwa kebijakan tersebut digunakan sebagai perang psikologis melawan Iran oleh AS dan sekutu-sekutu Baratnya dan selalu menjadi batu pijakan untuk kebijakan luar negeri AS selama 30 tahun terakhir.
Saffari mengatakan bahwa kegagalan AS untuk mendominasi Iran memaksa Washington untuk memilih kebijakan Iranofobia.
“AS dan beberapa negara Barat selalu berusaha merefleksikan isu-isu yang terkait Iran dengan pendekatan agresif, agar mereka bisa memperkenalkan Iran sebagai ancaman bagi perdamaian dan keamanan regional dan global,” ujar utusan Iran itu.
Sementara itu, perdana menteri Israel, senada dengan kebijakan Iranofobia rezim tersebut, memperingatkan terhadap program nuklir Teheran, menyerukan untuk diambilnya tindakan cepat dan menentukan atas Republik Islam.
Berbicara di depan perwakilan dan senator dari kelompok pelobi pro-Israel berpengaruh, AIPAC, di Washington pada bulan Maret lalu, Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa Tel Aviv berharap masyarakat internasional bertindak cepat dan menentukan untuk mencegah bahaya tersebut.
Dia mengatakan bahwa jika Iran mencapai kemajuan pada senjata nuklirnya, itu akan mengakhiri perdamaian nukli yang dimiliki dunia selama 65 tahun.
Hal itu sementara Iran, tidak seperti Israel, merupakan penandatangan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT), mengatakan bahwa program nuklirnya diarahkan untuk aplikasi teknologi sipil dan bukan mengejar senjata.
Namun, Israel, AS dan sekutu-sekutu mereka menuduh Teheran mengejar tujuan militer dalam program nuklirnya, terlepas dari penegasan oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) tentang non-diversi Iran dalam kegiatannya.
Israel, dilaporkan memiliki satu-satunya senjata atom di kawasan tersebut, memiliki agenda lama untuk mengebom situs nuklir Iran, berdalih bahwa negara itu adalah potensi ancaman bagi mereka.
Rencana untuk serangan militer terhadap Iran telah meraih momentumnya di tel Aviv dalam beberapa bulan terakhir. Pada tanggal 7 November, wakil menteri luar negeri Israel Danny Ayalon memperingatkan Iran bahwa ancaman aksi militer Tel Aviv bukan sekedar gertakan.
Iran membantah tuduhan AS dan Israel bahwa program energi nuklirnya bermotif politik.
Program nuklir Iran diluncurkan tahun 1950an dengan bantuan AS sebagai bagian dari program “Atom untuk Perdamaian”.
Setelah Revolusi 1979, yang menggulingkan monarki Mohammad Reza Pahlevi, perusahaan-perusahaan Barat yang mengerjakan program nuklir Iran menolak untuk memenuhi kewajiban mereka meskipun mereka telah dibayar penuh. (suaramedia)