MOSKOW – Syiria harus memilih, mempersenjatai Hizbullah dengan peluru kendali jarak jauh yang diarahkan ke Israel, atau berdamai dengan Israel, kata Presiden Israel Shimon Peres.
Saat Presiden Medvedev dari Rusia bertemu dengan Presiden Assad di Syiria, Presiden Israel menegaskan kembali komentar yang telah diucapkan sehari sebelumnya tersebut.
“Masalah antara kami dan Syiria sudah jelas, dan posisi Israel juga sudah jelas. Syirialah yang harus membuat keputusan, apakah mengarahkan ujung peluru kendali ke Israel, atau berdamai dengan Israel.
“Presiden Syiria mungkin adalah satu-satunya orang di dunia yang yakin bahwa cara untuk mencapai perdamaian adalah dengan cara mendapatkan peluru kendali jarak jauh yang kemudian diarahkan ke jantung Israel, dan menyembunyikannya di gudang penyimpanan Hizbullah,” tambah Peres.
Pernyataan presiden tersebut dikeluarkan dalam sebuah kunjungan kenegaraan ke Moskow, dan berselang satu hari setelah Presiden Rusia Dmitry Medvedev tiba di Damaskus untuk bertemu dengan Presiden Bassar al-Assad.
Kunjungan Medvedev dilakukan menyusul keputusan Presiden Barack Obama Jumat lalu untuk menambah sanksi untuk Syiria selama satu tahun. Dalam sebuah surat yang dikirimkan kepada Kongres AS, disebutkan bahwa pemerintahan Assad “mendukung terorisme, mencoba mendapatkan senjata pemusnah massal, program peluru kendali, dan meruntuhkan upaya internasional dan AS sehubungan dengan stabilisasi Irak.
“Untuk alasan-alasan ini saya telah menentukan bahwa melanjutkan keadaan darurat nasional sehubungan dengan ancaman ini adalah hal yang perlu dan hal itu harus tetap dilakukan untuk memaksakan penjatuhan sanksi,” bunyi isi surat tersebut.
Kunjungan Medvedev ke Damaskus juga dilakukan satu bulan setelah dalam kunjungan ke Paris, Peres mengatakan bahwa Syiria mengirimkan peluru kendali Scud kepada Hizbullah, sebuah klaim yang juga dilaporkan surat kabar Kuwait, Al-Raj.
Tuduhan tersebut kemudian dibantah oleh Kementerian Luar Negeri Syiria dan juga komandan pasukan Libanon, Jenderal Jean Kahwaji.
Hari Selasa pagi, Peres menerima gelar doktor kehormatan dari Universitas MGIMO, yang merupakan universitas top Rusia dalam hal studi hubungan internasional.
Dalam sambutannya, Peres secara hangat membahas mengenai kontribusi yang telah diberikan orang-orang Rusia terhadap kebudayaan, kekuatan, dan keamanan Israel, bergitu juga dengan kontribusi Tentara Merah dalam mengalahkan Nazi Jerman.
Upacara tersebut merupakan peristiwa pemungkas dalam kunjungan kenegaraan tiga hari ke Moskow. Dalam kunjungan tersebut, Peres menghadiri peringatan Hari Kemenangan yang digelar untuk mengenang kemenangan Tentara Merah atas Nazi Jerman, demikian halnya dengan sebuah upacara yang diorganisir oleh Kongres Yahudi Eropa-Asia untuk mengenang Yahudi Rusia veteran Perang Dunia II.
Pada hari Minggu, Peres mengatakan bahwa ia telah bertemu denngan Presiden Medvedev dan Perdana Menteri Vladimir Putin di Moskow. Dalam pertemuan tersebut, Peres mengungkapkan kekhawatirannya, bahwa Syiria mepersenjatai Hizbullah. Peres mengatakan, ia telah meminta Medvedev menyampaikan pesan Israel kepada Assad. Peres berpesan bahwa memberikan peluru kendali jarak jauh kepada Hizbullah tidak akan berujung pada perdamaian dengan Israel.
Hari Minggu lalu, Peres menitipkan pesan kepada Medvedev. Bunyinya, “Israel tidak tertarik untuk memperluas perang di perbatasan, itu adalah hal terakhir yang kami inginkan. Kami mengulurkan tangan kepada Syiria dalam perdamaian, tapi ada syaratnya: Assad harus menghentikan dukungannya untuk tindakan teror dan menghentikan pengiriman senjata dan peluru kendali kepada Hizbullah.
Peres dan Medvedev juga membahas kemajuan proses perdamaian Israel-Palestina, dan juga dukungannya terhadap hubungan strategis antara Israel dan Rusia.
Di Moskow, Peres juga duduk bersama dengan Presiden China Hu Jintao, Kanselir Jerman Angela Merkel, dan para pemimpin dari Kazakhstan, Azerbaijan, dan Kroasia.
Dalam pertemuan dengan Jintao, Peres mengatakan bahwa ia menghargai hubungan hangat Israel dengan China. Ia menambahkan, Israel berharap banyak China bisa “mengekang” ambisi nuklir Iran. Ia mengatakan bahwa Iran adalah elemen yang amat negatif dan berbahaya di Timur Tengah, yang mendasarkan kebijakannya pada mentalitas penghancur, teror, dan peperangan. Peres menambahkan, Israel mempromosikan “perdamaian” dan berharap bahwa dalam waktu dekat proses perdamaian Israel-Palestina akan menghasilkan berdirinya negara Palestina merdeka yang berdampingan dengan Israel.(suaramedia)