Setiap pergolakan dan gerakan di suatu negara tidak bersifat spontan dan pasti ada campur tangan asing dalam revolusi damai. Tidak terkecuali pula yang terjadi di sejumlah negara di kawasan Timur Tengah, seperti Mesir, beberapa waktu belakangan.
Hal itu setidaknya diyakini Kerry Raymond Bolton dan disampaikan dalam sebuah tulisan di Foreign Policy Journal, ”Post-Qaddafi Libya: On the Globalist Road”.
Bolton adalah seorang doktor teologi sekaligus penulis jurnal ilmiah dari Academy of Social and Political Research, Mesir.
Dalam tulisannya, Bolton menyebut, dalam setiap ”revolusi damai spontan” selalu akan ada seorang pria ataupun wanita yang sudah dipersiapkan untuk tampil dan mengambil alih.
Bolton menambahkan, orang-orang itu punya kesamaan latar belakang, sama-sama berpendidikan Barat, dan sejak awal memang sudah ”dipilih” oleh kalangan pemikir dan perencana (think tank) kelompok globalis.
Bolton mencontohkan tokoh revolusi di Ceko yang juga pemrakarsa kelompok perlawanan Piagam 77, Václav Havel.
Kelompok Piagam 77 sendiri diketahui didanai organisasi nirlaba Amerika Serikat, National Endowment for Democracy.
Seusai revolusi damai tahun 1989, Havel diketahui punya jasa sangat besar membawa Ceko masuk NATO. Dia pula yang menyokong ekspansi NATO ke seluruh kawasan Eropa Timur.
Kondisi sama juga terjadi di Myanmar. Kelompok globalis menyokong penuh Aung San Suu Kyi, yang bahkan juga mereka anugerahi dengan hadiah Nobel Perdamaian sebagai bentuk pengakuan negara Barat.
Dari semua kejadian itu, tambah Bolton, tidak ada satu pun yang lepas dari peran seorang hartawan filantropis dunia, George Soros. Soros bergerak dengan menggunakan kekuatan dana dan jaringan kerja lewat lembaga yang dia dirikan, Open Society Institute.
Pengakuan atas peran Soros dinyatakan sendiri oleh Havel, yang mengaku hormat atas peran dan dukungan Soros, termasuk pendanaannya pada perjuangan Havel di Ceko.
Menurut Havel, Soros adalah salah satu dari banyak orang yang tanpa kenal lelah mendukung gerakan masyarakat sipil di kawasan Eropa Tengah dan Timur.
Tanpa kontribusi dan jaringan kerja Soros, Havel mengaku perubahan fundamental politik di Eropa dan Asia tidak akan pernah bisa terjadi secara cepat.
Dalam konteks Myanmar, Soros juga diyakini punya peran besar dalam memengaruhi dunia internasional, termasuk ketika negeri itu ditekan dan dijatuhi sanksi embargo.
Dari kedua fakta itu, Bolton menambahkan, bukan tidak mungkin ”revolusi spontan” di kawasan Timur Tengah juga terjadi dan akan menghasilkan kondisi serupa.
Lebih lanjut sejumlah kalangan meyakini Soros dengan konsep ”Masyarakat Terbuka”-nya juga berperan sangat besar di Mesir, termasuk dengan cara mendanai sejumlah organisasi dan tokoh oposisi di sana, untuk mendongkel rezim Hosni Mubarak.
Salah seorang tokoh oposisi Mesir yang didukung Soros terutama adalah Mohamed ElBaradei, yang juga anggota dewan International Crisis Group (ICG). Soros adalah salah seorang dari delapan anggota komite eksekutif ICG.
ElBaradei didukung untuk kemudian bekerja sama dengan kelompok Ikhwanul Muslimin, Mesir, yang selama ini dipahami memperjuangkan pembentukan kekhalifahan Islam dan anti-Barat.
kompas