Kabareskrim Komjen Pol Ito Sumardi membantah bahwa data yang disampaikan Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri tidak valid terkait data pelanggaran hukum oleh ormas.
"Gini orang yang mengatakan sesuatu tidak valid karena merasa tidak salah. Data-data itu berdasarkan laporan polisi. Kami tidak mungkin ngawur," katanya di Bareskrim Mabes Polri,Jl.Trunojoyo No.1 selasa (31/8/2010).
Jendral bintang tiga ini menambahkan bila data yang dikeluarkan Mabes Polri tidak valid, maka dapat dipidanakan. "Ya istilahnya kalau polisi ngawur nanti kami berarti melanggar hukum juga. Apa yang disampaikan kemarin oleh Kapolri semua didasarkan pada laporan lengkap," paparnya.
Laporan polisi meliputi modus operandi, TKP, locus delicti, pelaku, dan apa langkah-langkah yang sudah dilakukan polisi. "Tapi semua tidak semata-mata FPI dan FBR ada beberapa kelompok lain. FPI juga dominan di sana. Tapi ini berdasarkan laporan yang dibuat, kalau dilihat dari laporan 2007 sampai 2010 ada 107 laporan memang didominasi dari temen-temen FPI," bebernya.
Sebelumnya, dalam rapat gabungan dengan Komisi I, III, VIII di ruang paripurna I, Gedung DPR, Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso mengatakan aksi kekerasan oleh ormas tahun 2008 mencapai 8 kasus, tahun 2009 ada 40 kasus sementara hingga pertengahan tahun ini meningkat menjadi 49 kasus pelanggaran oleh ormas.
Ormas yang tercatat sering melakukan pelanggaran adalah Front Pembela Islam dan Forum Betawi Rempug.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rahadi Zakaria, menyatakan, Pemerintah harus segera bertindak berdasarkan amanat perundang-undangan, agar jangan sampai eskalasi anarkis terbiar menyebar ke berbagai wilayah Indonesia.
Ia mengatakan itu, di Jakarta, Senin kemarin, sehubungan gelar Rapat Gabungan sejumlah Komisi DPR RI dengan beberapa instansi mitra Pemerintah, terkait aksi-aksi anarkis sejumlah organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang terus meningkat drastis selang tiga tahun terakhir.
"Mestinya tidak ada tindakan anarkis, apalagi itu mengatasnamakan agama tertentu, jika semua pihak taat pada perundang-undangan yang ada. Baik itu Undang Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1985 tentang Ormas, maupun Peraturan Pemerintah (PP)-nya Tahun 1986," katanya saat berbuka puasa bersama.
Kalau toh ada pelanggaran, menurutnya, Pemerintah jangan segan-segan untuk bertindak berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
Kesan Pembiaran
Rahadi Zakaria berpendapat, kalau Pemerintah terkesan pasif, seolah-olah ada pembiaran atas aksi-aksi Ormas tertentu yang melakukan tindakan bernuansa anarkis atas sesama rakyat Indonesia.
"Jangan pasif-lah. Ini ada kesan membiarkan aksi anarkis tanpa tindakan tegas. Dan hal itu bisa memberikan peluang pada meningkatnya eskalasi kekerasan di berbagai pelosok, dan semakin menimbulkan kesalahpahaman yang berlarut-larut secara horisontal maupun vertikal," ujarnya.
Artinya, demikian Rahadi Zakaria, UU hanya teronggok menjadi `macam kertas saja, jika tidak dioperasionalkan.
"Karena itu, perlu ketegasan dan betul-betul berdiri di atas peraturan perundang-undangan yang mesti difungsikan untuk melindungi rakyat," tandasnya.
Ingat, kata Rahadi Zakaria lagi, anarkisme merupakan buah dari ketidaktegasan.
Senada dengan Front Pembela Islam (FPI), organisasi massa (ormas) Forum Betawi Rempug (FBR) juga menyayangkan pernyataan yang dikeluarkan Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri. FBR menilai data kekerasan tiga ormas, termasuk yang diduga dilakukan FBR, itu tidak benar.
"Mungkin Kapolri lagi ngelindur (mengigau). Namanya juga orang tua, lagi banyak masalah. Tidak usah diambil hati," kata juru bicara FBR, Junaedi.
Menurut Junaedi, informasi atau data yang disampaikan Kapolri itu harus ditinjau ulang dan diperinci lagi. Dia juga mempertanyakan definisi kekerasan yang sudah disampaikan Kapolri terhadap tiga ormas.
"Apakah ormas-ormas yang disebut tadi itu melakukan pelanggaran kepada seluruh bangsa?" Junaedi mempertanyakan. Junaedi melanjutkan, kenapa seolah-olah ormas menjadi bulan-bulanan.
Padahal, kata dia, masih banyak tugas negara yang masih menumpuk belum selesai. Tetapi, mengapa ormas menjadi sasaran petugas yang menjadi target untuk dibubarkan.
"Coba kalau partai politik yang bikin ribut dan rusuh. Apakah mau juga dibubarkan?" ujar dia. Maka itu, pembubaran ormas juga menjadi pertanyaan tersendiri bagi FBR.
Dia menilai, ormas-ormas itu harusnya dibina dan dipelihara bukan justru sebaliknya, dijauhi negara. FBR sendiri mengaku tidak pernah mendapat pembinaan dari kepolisian maupun pemerintah.
"Baru-baru ini ada sekali dari Bina Mitra. Itupun baru pemeriksaan kader organisasi, belum ada pembinaan," tegasnya. FBR sendiri telah menerapkan seleksi berlapis bagi para calon anggotanya.
Dari mulai persyaratan identitas, kartu keluarga, sampai surat keterangan Ketua RT. "Kita ini organisasi resmi. Kalau ormas resminya saja dinilai arogan, itu keterlaluan," sesalnya.
Kemarin, dalam rapat rencana revisi UU Ormas, Kapolri mengatakan dari tahun ke tahun ada tiga ormas yang cenderung melakukan tindakan kekerasan. Ketiganya yakni Front Pembela Islam (FPI), Forum Betawi Rempug (FBR), dan Barisan Muda Betawi.
"Pada tahun 2010 ini saja, ketiga ormas itu melakukan 49 kali tindakan kekerasan," kata Kapolri.
Tidak hanya Fornt Pembela Islam (FPI) dan Forum Betawi Rempug (FBR) yang menolak wacana pembubaran organisasi kemasyarakatan yang dianggap meresahkan.
Barisan Muda Betawi, melalui Ketua Umumnya, Samudera, juga menolak tegas wacana pembubaran ormas. Dia yakin organisasi yang dipimpinnya sesuai dengan aturan dan tidak melenceng dari tujuan pembentukan.
"Kami punya aturan, dan itu sesuai dengan UUD 1945, dan kami juga berbadan hukum," ujar Samudera melalui telepon.
Samudera lebih setuju bila organisasi masyarakat dievaluasi. Karena selama ini masih banyak oknum ormas yang kerap melakukan tindakan premanisme.
"Banyak orang yang ikut organisasi malah jadi gangster, premanisme tunggal. Tapi tidak perlu dibubarkan," ujarnya lagi.
Tapi, kata dia, tidak sedikit pula sumbangsih yang telah diberikan ormas kepada masyarakat. Pengabdian dan pemberian sumbangan juga kegiatan positif lainnya selalu dilakukan ormas, khusus Barisan Muda Betawi.
"Bencana alam, bakti sosial, dan kegiatan lain," ujar dia.
Samudera menyadari kalau orangaisasi yang dipimpinnya memang telah melakukan kesalahan. Seperti aksi tawuran dengan warga Asrama Polri yang menyebabkan korban jiwa.
Saat ini, anggota Barisan Muda Betawi sudah mencapai 24 ribu orang, jumlah ini tersebar dari kawasan Tangerang Selatan, hinggga kawasan Bogor.
Hingga kini, BMB telah memecat lebih dari 34 anggotanya yang bermasalah, karena terlibat tawuran, minum-minuman keras, hingga melakukan pungutan liar.
Dalam rapat rencana revisi UU Ormas, Kapolri mengatakan dari tahun ke tahun ada tiga ormas yang cenderung melakukan tindakan kekerasan.
Ketiganya yakni Front Pembela Islam (FPI), Forum Betawi Rempug (FBR), dan Barisan Muda Betawi. Pada tahun 2010 ini saja, ketiga ormas itu melakukan 49 kali tindakan kekerasan. (f