3 Feb 2011

"Revolusi Timur Tengah Seret Israel ke Ujung Belati"

ImageTEHERAN - Di tengah pemberontakan anti-pemerintah baru-baru ini di Timur Tengah dan Afrika Utara, juru bicara Parlemen Iran Ali Larijani mengatakan Israel berjalan di ujung belati.
"AS dan rezim Zionis (Israel) prihatin dengan pembentukan demokrasi nyata di wilayah tersebut. Hal ini sementara negara-negara regional tidak ingin mendirikan pemerintahan yang dipimpin oleh kekuatan arogan," lapor surat kabar IRNA yang mengutip perkataan Larijani pada hari Selasa.


"Bangsa-bangsa di wilayah ini terbangun dan tidak akan tertipu lagi ... Pejabat rezim Zionis tidak bisa menipu orang dengan kata-kata mereka lagi," tambahnya.


Pembicara Majlis itu lebih lanjut menunjukkan bahwa para pejabat AS telah bingung oleh perkembangan di kawasan tersebut dan di Mesir karena mereka mengadopsi posisi yang berbeda selama beberapa hari terakhir.


Larijani mencatat bahwa kebangkitan bangsa-bangsa di daerah tersebut telah dipengaruhi oleh pemberontakan bersejarah di Iran yang dipimpin oleh almarhum pendiri Republik Islam, Imam Khomeini, melawan pemerintahan monarki di negara dan arogansi global.


Dia menekankan bahwa pemberontakan oleh bangsa Mesir dan Tunisia melawan rezim diktator adalah hasil dari ketidakhormatan mereka atas tuntutan masyarakat dan kurangnya demokrasi dan mendesak Amerika Serikat untuk mencegah campur tangan dalam urusan internal negara-negara tersebut.


Tunisia dan Mesir telah menjadi tempat protes anti-pemerintah kekerasan selama beberapa hari terakhir.


Kepala tim hak asasi manusia PBB di Tunisia, Bacre Ndiaye, mengatakan sedikitnya 147 orang telah tewas dan 510 lainnya luka-luka selama pemberontakan Tunisia yang menyebabkan kaburnya penguasa negara yang akhirnya digulingkan, Zine El Abidin Ben Ali.


Ben Ali dan keluarganya melarikan diri ke Arab Saudi pada tanggal 14 Januari setelah protes jalanan yang berlangsung selama berhari-hari mengakhiri pemerintahannya yang telah berjalan selama 23 tahun.


Ribuan pengunjuk rasa terus melakukan demonstrasi harian mereka di jalan-jalan ibukota Tunisia, Tunis, menyerukan politisi rezim lama untuk diturunkan dari kekuasaan dan untuk penghapusan partai Reli Demokrat Konstitusi Ben Ali.


Di Mesir, jutaan orang Mesir turun ke jalan di seluruh negeri pada hari kesembilan dalam protes besar-besaran terhadap kekuasaan 30-tahun Presiden Hosni Mubarak.


Kerumunan orang banyak telah berkumpul di ibukota Mesir, Kairo, untuk protes anti-pemerintah terbesar dalam sejarah Mesir.


Tank dan pasukan telah ditempatkan di sepanjang rute perjalanan, tetapi tentara telah berjanji untuk tidak menggunakan kekuatan terhadap demonstran.


Namun, presiden Hosni Mubarak telah menantang seruan untuk pengunduran dirinya.


"Ini adalah negara saya. Ini adalah tempat saya tinggal, saya berjuang dan membela tanah, kedaulatan dan kepentingannya, dan saya akan mati di tanah ini," kata Mubarak.


Tetapi Mubarak mengatakan dia tidak akan ikut pemilihan umum untuk periode berikutnya pada bulan September, pengumuman tersebut ditolak oleh pengunjuk rasa yang menuntut kejatuhannya pada hari Jumat.


Dalam pidato di televisi Selasa malam, pemimpin 82 tahun itu mengatakan ia tidak akan mencalonkan diri untuk jabatan presiden pada periode selanjutnya dan berjanji untuk memastikan kelancaran transfer kekuasaan setelah bulan September, menurut laporan Xinhua.


Presiden mengatakan bahwa ia akan berupaya melakukan perubahan konstitusi, yang mengontrol kriteria pencalonan presiden berikutnya.


Menonton pidatonya pada TV raksasa, pengunjuk rasa mencemooh dan meneriakan slogan "Pergi, pergi, pergi! Kami tidak akan meninggalkan tempat sampai ia pergi.


Menanggapi pengumuman Mubarak, pemimpin reformis Mesir dan mantan kepala Badan Energi Atom Internasional Mohammed ElBaradei mengatakan bahwa pidato Mubarak tidak memenuhi permintaan rakyat dan meminta tindakan lebih lanjut. (suaramedia)