Gelombang demonstrasi anti-pemerintah Muammar Gaddafi dikabarkan telah mencapai ibu kota Tripoli Libya, aparat keamanan bersiaga menghalau para pemrotes yang sudah menewaskan 19 orang pada Rabu (16/2) waktu setempat. Rezim Gaddafi dikabarkan mengubah arah helikoper bersenjata dan menenpatkan para penembak jitu dilokasi-lokasi strategis.
Tokoh eksentrik tersebut adalah fokus dari protes "Day of Rage" (Hari Kemarahan) di sedikitnya lima kota, sebuah tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada "Revolusi Hijau" berusia 42 tahun miliknya.
Bermacam-macam laporan mengatakan bahwa pasukan keamanan Libya membunuh para demonstrator di Benghazi, Al-Baida, Ar-Rajban, Zintan dan sebuah pinggiran kota Tripoli.
Solidaritas Hak Asasi manusia, sebuah kelompok kampanye, mengatakan bahwa para penembak jitu di atas atap-atap di Al-Baida – sebuah kota dengan penduduk 210.000 jiwa – telah membunuh 13 orang pemrotes dan melukai puluhan lainnya. Stasiun polisi di kota tersebut dibakar ketika para pemrotes membakar poster-poster Kolonel Gaddafi.
Website oposisi lainnya mengatakan bahwa enam orang telah terbunuh di Benghazi setelah bentrokan pecah di pemakaman dua orang yang terbunuh sehari sebelumnya. Banyak rumah sakit di kota kedua tersebut dilaporkan telah menerima banyak korban terluka.
Di antara teriakan-teriakan yang terekam adalah: "Libya Bebas dan Kolonel Bisa Pergi."
Sejumlah besar pendukung pro rejim membawa tongkat dan plakat memuji-muji "saudara pemimpinnya" – yang telah berkuasa di Libya sejak tahun 1969, gagal untuk mencegah protes tersebut di Tripoli, yang sampai saat ini adalah sebuah benteng pertahanan rejim Gaddafi.
Para siswa telah diangkut ke Lapangan Hijau, jantung simbolis dari rejim revolusioner Gaddafi, namun segera setelah mencapai senja hari sama-sama para pemrotes muda muncul di keramaian dari jalan Omar Al-Mukhtar, jalan besar utama ibukota tersebut.
Gelombang revolusi tersebut menyapu Afrika Utara dan Timur Tengah telah menangkap diktator lanjut usia tersebut dan menyebabkan ketegangan di dalam rejim tersebut. Colonel Gaddafi menggunakan televisi pemerintah untuk mencaci negara tetangga Tunisia setelah pengusiran presiden Zine Al-Abidine Ben Ali.
Saif Al-Islam, anak pelopor reformis diktator tersebut yang secara pribadi main mata dengan mendukung protes di Mesir dan di tempat lain namun diperingatkan menjauh dari semacam tindakan itu secara publik oleh dinas keamanan.
Gaya hidup milyuner keluarga Gaddafi dan reputasi playboy adalah sebuah kekurangan di sebuah kawasan di mana pengangguran dan korupsi memprovokasi adanya demonstrasi.
Pergerakan yang berbasis internet, diinspirasikan oleh para aktivis di dalam Libya dan di luar negeri, telah menjadi titik penyatuan bagi para pemrotes.
Pada kelompok Facebook, yang memiliki anggota 4.400 pada Senin lalu, telah melihat bahwa jumlah tersebut lebih dari dua kali mencapai 9.600 anggota pada Rabu, satu hari setelah kerusuhan di kota kedua Libya, Benghazi.
Untuk membalas ancaman protes tersebut, rejim tersebut membombardir telepon seluler dengan pesan-pesan teks yang disebarkan di seluruh jaringan seluler Libya dari "Pemuda Libya" memperingtakan terhadap melintasi "empat garis merah: Muammar Gaddafi, integritas kawasan, Islam, dan keamanan internal."
"Kami akan menentang siapa saja di lapangan manapun atau jalan besar manapun dari negara tercinta kami."
Libya menghasilkan sekitar 2 persen dari ekspor minyak mentah dunia dan kontrak menguntungkan telah dilirik oleh Shell dan Britsih Petroleum menginvastasikan milyaran pondsterling di sana sejak tahun 2005.
suaramedia.com