Menteri Peperangan Rezim Zionis Israel Ehud Barak lewat pernyataan tipu muslihatnya kembali mengklaim program nuklir Iran merupakan ancaman bagi perdamaian dunia dan menghendaki penerapan sanksi yang lebih keras terhadap Tehran. Barak dalam wawancara dengan televisi CNN menegaskan bahwa sanksi yang lebih ketat bisa memaksa Iran untuk berpikir ulang mengenai program nuklirnya dan mendesak AS dan Uni Eropa untuk tidak lagi melirik opsi lain kecuali dihentikannya program nuklir Iran.
Kendati kelakar Ehud Barak kali ini cenderung ditujukan untuk konsumsi dalam negeri Israel, namun pernyataan mantan perdana menteri rezim zionis itu menunjukkan bahwa Israel kini berada dalam posisi terdesak dengan dicapainya kesepakatan baru antara Iran dan Kelompok 5+1 dalam perundingan komprehensif di Jenewa baru-baru ini. Republik Islam Iran dan lima negara anggota tetap PBB plus Jerman atau Kelompok 5+1 sepakat untuk melanjutkan perundingan di Istanbul membahas beragam isu regional dan internasional termasuk senjata nuklir Israel. Israel juga merasa geram dengan sikap AS dalam perundingan Jenewa yang berniat untuk mengubah pandangan sepihaknya terhadap Tehran.
Saat ini, rezim zionis Israel menghadapi guncangan politik internal pasca kekalahan memalukan Tel Aviv dalam Perang 33 Hari di Lebanon dan agresi militer 22 hari di Jalur Gaza. Demikian juga dalam proses perundingan damai dengan Palestina, Israel juga mengalami kebuntuan meski mendapat dukungan luas dari AS. Dalam kondisi terjepit semacam inilah, rezim zionis berusaha mengalihkan perhatian publik dunia terhadap isu senjata nuklir Israel dengan melontarkan tudingan-tudingan palsu terhadap Iran. Tel Aviv berusaha menyulut kecurigaan negara-negara regional terhadap Tehran dengan menciptakan asumsi-asumsi berbau fitnah mengenai ancaman nuklir Iran. Lewat cara itu, Israel juga berusaha untuk mendorong diterapkannya sanksi dan embargo yang lebih keras terhadap Iran.
Di sisi lain, pernyataan anti-Iran Ehud Barak kali ini pun erat kaitannya dengan serangan kecaman terhadap pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilontarkan banyak negara di PBB. Rentetan kecaman itu akhirnya melahirkan empat resolusi anti-Israel yang disahkan oleh Komite Hak Asasi Manusia PBB sehingga dikenang sebagai Jumat Kelabu bagi rezim zionis.
Tak ayal kian meningkatnya tekanan dari luar dan krisis internal yang tak juga kunjung selesai memaksa Israel menggunakan beragam cara untuk mencapai ambisinya termasuk dengan cara-cara melancarkan propaganda miring terhadap Republik Islam Iran. Namun kini dunia mulai menyadari bahwa ancaman sebenarnya bukanlah program nuklir Iran yang ditujukan untuk kepentingan damai, tetapi program senjata nuklir Israel. Perang urat syaraf dan propaganda anti-nuklir Iran ternyata tak lagi mampu membendung rasa ingin tahu publik dunia terhadap proyek terlarang senjata nuklir rezim zionis.
Dengan demikian, munculnya tudingan palsu rezim zionis soal program nuklir Iran yang kini berada di bawah pengawasan ketat IAEA lebih mirip sebagai lelucon politik di saat Israel secara terang-terangan menolak menandatangani Traktat Proliferasi Nuklir (NPT) dan menentang kehadiran tim inspeksi IAEA untuk memeriksa program senjata nuklir rezim zionis. (IRIB/LV/NA)