11 Oct 2010

Mengenal lebih jauh sosok Wilders,

ImageMeski Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah eksplisit menyatakan bahwa alasan pembatalan kunjungannya ke Belanda adalah peradilan terhadap Presiden RI atas usulan RMS, sejumlah media Belanda --Algemeen Dagblad, De Volskrant dan Nederlands Dagblad-- melaporkan ketidaksukaan Indonesia kepada Geert Wilders-lah yang menjadi alasan di balik itu.


Mengutip sejumlah sumber di Belanda yang terlibat langsung dalam rencana kunjungan Presiden Yudhoyono ke Belanda, Harian Nederlands Dagblad menyebut turut sertanya pemimpin ultrakanan anti Islam Geert Wilders dalam pemerintahan Belanda sekarang adalah alasan sebenarnya dari penundaan kunjungan ke Belanda itu.


"Alasan akan ditangkap hanyalah pengalih, alasan sebenarnya adalah Presiden Indonesia mempermasalahkan pandangan anti Islam Geert Wilders dan peran PVV (partainya Wilders) dalam kabinet baru," tulis Nederlands Dagblad (9/10).


Pemimpin Partai Demokrat 66 yang berhaluan sosial liberal progresif, Stientje van Veldhoven, menduga bahwa pembatalan kunjungan itu ada hubungannya dengan PVV dan Wilders.


"Boleh jadi pemerintahan baru (Belanda yang melibatkan PVV) adalah alasannya. Kerjasama dengan PVV itu sulit diterangkan kepada negara lain. Kami memahami apa itu toleransi, namun di sisi lain negara-negara lain melihat PVV masuk pemerintahan," kata Van Veldhoven.


Sementara itu, Algemeen Dagblad memberitakan Geert Wilders bereaksi keras terhadap pembatalan kunjungan Presiden Yudhoyono ke Belanda.


"Apapun alasannya, saya tak akan menangisi Yudhoyono tidak jadi ke Belanda. Dia telah mem-persona non grata-kan saya sebelumnya," kata Wilders.


Menurut Algemeen Dagblad, pada 2008, pemerintah Indonesia telah mengeluarkan status "persona non grata" (orang yang tak disukai) kepada Wilders.


Wilders tidak diterima di negara berpenduduk muslim terbesar dunia itu (Indonesia) karena filmnya (yang kontroversial) Fitna, demikian Algemeen Dagblad.


Beberapa waktu lalu, Dubes Indonesia di Belanda, Fanny Habibie, mengkritik keras Wilders yang direspon Wilders dengan mendesak Menteri Luar Negeri Maxime Verhagen untuk memanggil Habibie.


Siapakah Wilders?


Siapa yang tidak mengenal Geert Wilders, apalagi belakangan ini ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membatalkan kunjungan ke Belanda. Dialah tokoh yang mengganjal hubungan RI-Belanda, selain Republik Maluku Selatan (RMS).
Wilders, tokoh ultrakanan yang rajin menghina dan menghujat Islam itu juga dikenal sebagai orang yang anti Indonesia. Dialah yang mempelopori kampanye melarang orang Indonesia dan warga dari negara Islam untuk tinggal di Belanda.


Alasan yang dia kemukakan sangat rasialis. Indonesia adalah negara Islam karena 99 persen penduduknya beragama Islam. Karena itu, menurutnya, semua orang Indonesia, apapun agamanya, tidak boleh tinggal di Belanda. Negeri Kincir Angin itu harus bersih dari imigran Muslim.


Pembuat film "Fitna" yang sempat membuat geram SBY itu gemar sekali menghujat Islam. Lewat film kontroversialnya itu, Wilders mengajak warga Belanda, khususnya Eropa untuk membenci Islam. Propagandanya, menghadang orang-orang Islam yang dianggapnya akan menguasai Belanda.



Tapi, siapa sangka kalau ketua Partai untuk Kebebasan (PVV) itu adalah juga seorang Indo, atau keturunan Indonesia. Apa sebetulnya yang menyebabkan orang Sukabumi, Jawa Barat ini begitu membenci Indonesia dan Islam pada umumnya?


Wilders lahir di Venlo, provinsi Limnburg , Belanda, sebuah kota di dekat perbatasan Jerman. Anak bungsu dari empat bersaudara itu memeluk Katolik.


Wilders dilahirkan oleh seorang ibu kelahiran Sukabumi, Jawa Barat, yang ketika itu merupakan jajahan Belanda. Ayahnya merupakan keturunan seorang asli Utrecht yang menikah dengan perempuan berdarah campuran Jawa-India-Yahudi. Kakeknya hidup terlantar di masa tuanya di Belanda dan membuat Wilders sedih.


Mengapa Wilders Anti-Indonesia?


September lalu, harian De Groene Amsterdammer menerbitkan artikel yang menyebutkan bahwa Wilders adalah seorang revanchist kultural. Yakni, orang yang membalas dendam karena malu akan asal-usulnya, dalam hal ini asal-usul dari Indonesia. Untuk menutupi darah Timurnya, Wilders bahkan mengecat rambutnya hingga tampak pirang.


Artikel itu menyebutkan, visi politik Wilders mengenai Islam dipengaruhi latar belakang budaya nenek moyangnya di Indonesia. Ia tidak ingin latar belakangnya itu melekat dalam dirinya sehingga dengan berbagai upaya menutupi ciri-ciri keIndonesiannya.


Seorang anthropolog, Lizzy van Leeuwen, menguatkan pandangan tersebut, meskipun Wilders membantahnya. Namun, sebuah foto ketika dirinya remaja memperlihatkan bahwa rambut Wilders yang asli berwarna hitam.


Di masa remaja, Wilders tinggal di Israel selama dua tahun. Wilders mengaku, di Israel dia masih sangat hijau dalam politik karena terlalu sibuk mengejar gadis-gadis Yahudi. Di sana ia menjadi relawan di moshav, sebuah komunitas pertanian di lahan pendudukan Palestina.
Ia amat terpesona dengan Israel dan menyebut dirinya sebagai "Teman Sejati Israel". Dari uang tabungannya selama di Israel ia kemudian hijrah ke negara-negara Arab di dekat Israel. Namun, ia merasa tidak betah karena dinilainya tidak demokratis.


Sekembalinya ke Belanda, kenangan Israel amat membekas dalam dirinya hingga ia menjadi simpatisan Israel. Bahkan ia menganut faham kontraterorisme yang dijalankan Israel dan menyatakan bersimpati pada Israel.


Guru politiknya adalah Frederik 'Frits' Bolkestein, seorang pimpinan Partai Masyarakat untuk Kebebasan dan Demokrasi (VVD). Ia dikenal sebagai pelopor kampanye melegalkan narkoba. Motonya, "Selamatkan Negeri, Legalkan Narkoba". Dari dialah Wilders mendapat inspirasi berpolitik, bahkan terang-terangan mengadopsi cara dia berbicara dan bertingkah laku.


Dengan latar belakang yang erat dengan Israel dan kebenciannya terhadap asal-usulnya, tidak heran bila Wilders amat membenci Islam. Sebagai negara dengan berpenduduk mayoritas beragama Islam, Indonesia mau tidak mau menjadi korban kebenciannya.


Wilders dan Anti-Jilbab


Geert Wilders mengusulkan supaya perempuan berjilbab membayar pajak. Setiap perempuan Muslim yang ingin memakai jilbab harus meminta ijin, dan membayar 1.000 euro per tahun untuk keistimewaan itu. Menurut Wilders, hasil pungutan pajak itu akan diberikan kepada pelbagai program emansipasi perempuan.


"Kami sudah jenuh dengan jilbab. Kami berbuat apa saja untuk mengurangi pemakaian jilbab. Kami sudah menyusun rancangan undang undang yang melarang burka. Hanya mencemarkan lingkungan saja. Sangat jelek".


Anggota lain parlemen Belanda tidak bisa menghargai usulan Wilders dan tidak percaya. Mereka satu per satu bertanya kepada Wilders apakah dia serius dengan usulannya. Misalnya, apakah pajak juga berlaku bagi jenis penutup kepala lain? Dan bagaimana dengan perempuan Kristen ortodoks yang memakai kerudung kepala serupa dengan jilbab yang dipakai perempuan Muslim?


Menteri Integrasi Belanda Eberhaard van der Laan, langsung menolak usulan tersebut, dan mengatakan, "Saya menyebut ini usulan histeris. Belanda adalah negara yang menjamin kebebasan beragama dan berpendapat. Ini sangat tidak masuk akal, dan sangat menghina mereka yang mengenakan jilbab."


Menganggapi ide konyol Wilders, Pemimpin Partai Demokrat D66, Alexander Pechtold, mengatakan, "Pemikiran bahwa orang harus membayar pajak karena mengenakan satu jenis pakaian, sangat tidak masuk akal. Dia seorang xenophobi dan berpandangan rasis. Ya saya kasarnya bisa menyatakan, dia seorang rasis."


Geert Wilders memang punya reputasi sering memberikan pernyataan-pernyataan yang mengejutkan sewaktu debat parlemen. Dua tahun lalu ia menyerukan untuk melarang kitab suci Al Quran. Tahun lalu, Wilders bersikeras bahwa kaum muslim menjajah Belanda. Dan yang terakhir beberapa bulan lalu Wilders dan partainya meninggalkan ruang sidang parlemen, karena tidak sependapat dengan pemerintah.


Wilders Ancaman atau Bukan?


Namun, pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana belum melihat Wilders sebagai ancaman bagi Indonesia meskipun mantan Presiden RI BJ Habibie memiliki hubungan kurang baik dengan politisi anti Islam itu.


Kampanye yang diusungnya untuk melarang warga Indonesia tinggal di Belanda juga menurut Hikmahanto tidak memberi pengaruh besar bagi Indonesia. "Saya belum tahu apakah akan berdampak pada kepemimpinan SBY," imbuhnya.


Kini kedudukan Wilders di parlemen Belanda semakin kuat setelah partai pimpinannya, PVV, memenangi cukup banyak kursi. Bahkan ia diajak oleh Partai Kristen Demokrat (CDA) untuk membentuk koalisi dalam pemerintahan mendatang. Meskipun Wilders tidak akan masuk dalam kabinet, namun koalisi itu menjamin akan menjalankan program Wilders. (Antara/Inilah.com/ IRIB/AR)

Artikel Terkait

- Reviewer: Asih - ItemReviewed: Mengenal lebih jauh sosok Wilders, Deskripsi: Meski Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah eksplisit menyatakan bahwa alasan pembatalan kunjungannya ke Belanda adalah peradilan terhadap... Rating: 4.5
◄ Newer Post Older Post ►