Pernyataan Wakil Kadiv Humas Mabes Polri Kombes Untung Yoga Ana, yang mengatakan call data record atau CDR yang dimiliki Polri adalah rekaman lalu lintas hubungan antara Ary Muladi dengan pihak lain yang tak memiliki relevansi dengan perkara, semakin memperkuat dugaan kriminalisasi terhadap dua unsur pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
Hal ini dikatakan pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar dan Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Juntho. "Presiden harus memberikan teguran keras kepada Kapolri," kata Bambang Widodo, Jumat (20/8/2010).
Bambang mengatakan, hal ini bukan pertama kalinya Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri memberikan keterangan yang tidak tepat. Menurut Bambang, jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono benar-benar ingin memperbaiki kinerja lembaga hukum dan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, memberikan teguran keras kepada Kapolri merupakan langkah yang tepat.
Dikhawatirkan, jika tidak mendapat teguran, hal ini menjadi contoh buruk bagi pimpinan lembaga penegak hukum lainnya. "Takutnya, hal ini bisa dicontoh oleh kapolda-kapolda," tambah Bambang Widodo lagi.
Sementara itu, Emerson mengatakan, Presiden harus segera turun tangan. "Presiden harus ambil tanggung jawab. Ada kelalaian yang dilakukan anak buahnya," katanya.
Seperti diwartakan, keduanya ditetapkan sebagai tersangka ketika hendak membongkar skandal Bank Century yang diduga merugikan negara Rp 6,7 triliun. Baik Bibit maupun Chandra ditetapkan sebagai tersangka dengan alat bukti rekaman pembicaraan Ary—rekan Anggodo Widjojo, terdakwa kasus upaya menghalangi penyelidikan kasus korupsi dan percobaan penyuapan pimpinan KPK—dengan Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja. Padahal rekaman itu ternyata tidak ada.
Sebelumnya, anggota Panja RUU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Martin Hutabarat berharap kewenangan KPK untuk menyidik kasus pidana pencucian uang tetap dipertahankan. Alasannya hal tersebut sesuai dengan misi pemberantasan korupsi.
"Saya kira kalau ada pikiran yang menganulir tidak pas. Tuntutan reformasi, tindak pidana pencucian uang akan kita berantas," tutur Martin.
Dia menjelaskan, hak KPK untuk mengusut pidana pencucian uang itu sudah disepakati panja. Tentunya hak ini tidak akan dicabut lagi, karena draf sudah akan dibahas tim perumus sore nanti.
"Itu sudah kita sepakati di Panja. Sekarang kita lansung masuk pada tim perumus, jadi pembahasan hanya pada kata-kata yang tidak pas untuk di perundang-undangan," terangnya.
Dia berharap, rekan-rekannya di tim perumus tidak berpikir untuk mencabut kewenangan itu. "Seharusnya sudah melangkah lebih maju dan tidak mundur ke belakang, karena itu melanggar kesepakatan, prinsip yang disepakati," tutur politisi Gerindra itu.
Sesuai draf RUU TPPU, selain kepolisian dan kejaksaan, lembaga lainnya yang bisa menangani tindak pidana pencucian uang yakni BNN untuk narkoba, dan KPK untuk korupsi. Namun menurut Ketua PPATK Yunus Husein, kesepakatan mengenai kewenangan KPK disinyalir hendak dimentahkan kembali.(Suaramedia.com)