Anggota Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, Mas Achmad Santosa, berharap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pengganti Antasari Azhar kedepan adalah sosok yang benar-benar dibutuhkan KPK. Selain integritas yang tak diragukan, pimpinan KPK dituntut mempunyai syarat bakat tertentu.
"Sekarang yang dibutuhkan KPK adalah orang yang istilahnya itu yang punya serba ekstra. Ekstra bakat, ekstra pengalaman, dan ekstra keberanian," kata Ota, sapaan akrab Mas Achmad Santosa, saat dihubungi, Minggu malam 8 Agustus 2010.
Mantan pimpinan KPK ini pun menjelaskan satu-persatu syarat ekstra yang dia ajukan. Ekstra bakat, menurut Ota, terlihat menguasai pemahaman teknis dan ilmu hukum untuk dasar pengambilan keputusan di tingkat pimpinan.
Bakat kedua adalah kemampuan dalam melakukan koordinasi dan supervisi juga penting, sebab KPK tidak hanya harus kompak di internal penyelidikan dan penyidikan untuk memberantas korupsi, tetapi juga mesti kompak bekerjasama dengan instansi penegakan hukum yang lain seperti Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan bahkan Mahkamah Agung.
Selain itu, bakat ketiga, tambah Ota, pimpinan KPK tersebut juga mesti memiliki kecakapan dalam hal manajemen dan kepemimpinan dalam menahkodai gerak dan langkah lembaga anti korupsi.
"Artinya, dia (calon pimpinan KPK) mesti relatif cerdas, punya resep jitu untuk membangun jaringan kerjasama yang efektif," kata Ota.
Oleh karena itu, Ota menegaskan, pimpinan KPK nanti harus orang yang punya pengalaman segudang. "Karena untuk mengisi kemampuan diri atas tiga bakat yang saya sebut tadi itu tentu membutuhkan pengalaman dalam banyak hal selama ini," kata dia. "Jadi yang dibutuhkan adalah orang yang punya jam terbang yang tinggi."
Para calon, lanjut dia, mutlak harus memiliki ekstra keberanian. Karena menurut Ota, KPK tentu akan selalu mempunyai resiko menghadapi gesekan-gesekan dengan partai politik dan instansi penegakan hukum lain, karena KPK memang tugasnya adalah melakukan tindakan terhadap para pejabat penyelenggara negara, termasuk aparat penegak hukum. "Jadi dia mesti tidak punya rasa takut, tapi tetap independen," kata Ota.
Ota menilai ada di antara ketujuh calon yang lolos ke seleksi berikutnya, yakni wawancara, ada yang memenuhi harapannya. Baik dari segi syarat maupun bakat.
Siapa yang dijagokan? "Dari ketujuh calon itu, saya melihat ada yang punya ketiga ekstra tadi. Tapi saya tak bisa sebut nama," kata Ota.
Ota percaya ketujuh calon yang lolos ke tahap wawancara itu punya kualifikasi yang bagus, layak dan tepat untuk menjadi pimpinan KPK.
Sementara itu, menanggapi berbagai kasus kerusuhan terkait pelaksanaan pemilukada di sejumlah daerah, mantan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi tetap mendesak pemerintah hanya melakukan pemilu langsung sebanyak dua kali yakni pemilu di tingkat parlemen dan presiden.
Untuk pemilukada, menurutnya, masih berpengaruh pada tingkat pendidikan dan kemapanan masyarakat. “Kalau masyarakat miskin, rela menukarkan sembako dengan pilihannya. Karena seperti itu, dikhawatirkan orang jujur sulit menjadi pemimpin,” ujar Hasyim yang juga pengasuh Pesantren Al-Hikam 2 di Kukusan Beji Depok.
Hasyim menambahkan, kemapanan masyarakat dari segi ekonomi, pendidikan, kesehatan, atau pun kebutuhan dasar lainnya, dapat menjadikan demokrasi lebih baik. Salah satu solusinya, kata Hasyim, pemerintah harus melakukan perbaikan dalam bidang ekonomi sebelum menggelar pemilukada.
“Kalau ini yang terjadi, sama saja yang memiliki banyak uang akan menjadi pemimpin. Sementara, orang jujur kan tidak. Kalau seperti ini, bisa Anda bayangkan bagaimana pemimpin masa depan nanti,” katanya.
Jika fenomena ini terus terjadi, lanjut Hasyim, calon pemimpin akan membayar saat menuju kursi kepemimpinan. Bisa saja, mereka membayar dengan uangnya sendiri, sponsor, atau merugikan uang kas daerah melalui cara yang tidak dapat dilacak.
”Karena itu pemilu harusnya hanya ada di tingkat parlemen dan presiden, demokrasi transaksional lebih luas daripada money politics,” tegasnya. (Suaramedia.com)