Menjelang digelarnya sidang dengar pendapat di Kongres AS mengenai apa yang diklaim sebagai radikalisme Islam, masyarakat muslim dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat menggelar unjuk rasa membela hak-hak komunitas Islam di AS. Dalam aksi unjuk rasa tersebut, para pimpinan organisasi Islam dan kelompok-kelompok madani mengecam meningkatnya gelombang anti-Islam di Negeri Paman Sam. Demo yang dilancarkan pada Ahad 6 Maret 2011 di Time Square itu juga turut diikuti oleh sejumlah tokoh yahudi anti-zionisme.
Sementara itu para penyokong sidang tersebut menuntut diberlakukannya kebijakan yang lebih ketat terhadap masyarakat muslim. Mereka mengklaim, gerakan ekstrimisme Islam seperti al-Qaeda kini semakin menyebar dan tumbuh subur di kalangan masyarakat muslim sehingga bisa mengancam keamanan negara.
Tentu saja tudingan sepihak itu, sangat tidak berdasar. Pasalnya, banyak juga orang-orang yahudi maupun nasrani yang melakukan aksi-aksi teror. Namun agama mereka tidak pernah disebut-sebut sebagai agama yang mengajarkan dan mendukung terorisme. Meski agama yang dianut oleh para teroris al-Qaeda adalah Islam, akan tetapi sebagaimana yang ditegaskan oleh para ulama muslim dari berbagai mazhab, Islam menentang segala bentuk aksi-aksi teror dan pembantaian terhadap warga sipil. Karena itu segera setelah terjadinya serangan 11 September 2001, dunia Islam serentak bersama masyarakat muslim di AS mengecam keras aksi teror yang dilancarkan oleh al-Qaeda.
Tak hanya itu, sejatinya justru masyarakat muslim sendiri yang menjadi korban terbesar aksi-aksi terorisme, mulai di Afghanistan, Irak, Palestina hingga Indonesia dan negara-negara muslim lainnya. Sementara puak-puak radikal di Barat hanya memanfaatkan isu terorisme dan menisbatkannya dengan Islam sekedar untuk meraih ambisi politik dan militeristiknya.
Namun bila ditelisik lebih jauh, sidang dengar pendapat soal radikalisme Islam yang diusulkan Peter King, anggota Kongres dari Partai Republik kali ini sesungguhnya tak lepas dari atmosfer persaingan politik internal AS menjelang pemilu. Selama lebih dari satu dekade belakangan, puak-puak Republik memang terbilang sukses menjaring suara dengan menjual isu-isu keamanan dan menebar ketakutan lewat eksploitasi isu terorisme dan ekstrimisme Islam. Karena itu, dengan berpijak pada pengalaman sebelumnya, kali ini kubu garis keras Republik berusaha menguji nasib peruntungannya dalam pemilu 2012 dengan mengusung kembali isu ancaman Islam.
Mungkin saja, taktik tersebut bisa menarik dukungan luas lobi-lobi Zionisme, Kristen garis keras, dan kalangan rasialis. Namun bila hal itu terus dilanjutkan, maka dampak yang ditimbulkan justru bisa sangat berbahaya bagi keberadaan masyarakat multikultural AS. Saat ini saja, lebih dari 9 juta warga AS adalah pemeluk Islam. Mereka bahkan tergolong sebagai kelompok masyarakat AS yang sukses di berbagai bidang mulai dari ekonomi, perdagangan, hingga sains dan akademik. Dalam situasi seperti itu, upaya mengidentikkan Islam dengan terorisme hanya karena agama yang dianut al-Qaeda adalah Islam niscaya bakal menambah masalah sosial dan keamanan yang mendera AS saat ini. (IRIB/LV/NA)