MADRID – Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr Mottaki mengkritik perwakilan-perwakilan Israel dalam komentarnya mengenai kunjungan ke Portugal. Ia mengatakan ada sejumlah duta besar Israel yang sebenarnya adalah agen Mossad.
Mottaki menyebut komentar-komentar dari perwakilan Israel sebagai perbuatan yang mencampuri urusan internal negara lain.
Ia juga memperingatkan negara-negara lain mengenai identitas sebenarnya dari para duta besar Israel.
"Negara-negara lain harus berhati-hati dengan identitas duta besar Israel karena sebagian di antara mereka adalah agen-agen Mossad," kata Mottaki sebagaimana dikutip kantor berita IRIB.
Duta besar Israel untuk Portugal, Ehud Gol, mengkritik pemerintah Portugal karena menerima kunjungan menteri luar negeri Iran tersebut.
"Amat mengejutkan dan mengecewakan, karena ada negara-negara Eropa tertentu yang bertindak berlawanan dengan keputusan Institusi Eropa yang menaungi mereka," katanya dalam sebuah pernyataan yang dikirimkan kepada kantor berita Portugal, LUSA.
Portugal memanggil duta besar Israel terkait pernyataannya tersebut.
Pada hari Rabu, Mottaki membantah spekulasi yang menyebutkan kemungkinan serangan Israel terhadap Iran. Ia mengatakan Tel Aviv tidak punya keberanian untuk menyerang Iran.
"Landasan berdirinya rezim Israel adalah ancaman dan serangan yang dilakukan selama berpuluh-puluh tahun di Timur Tengah, tapi (Israel) tidak punya keberanian menyerang Iran," kata Mottaki kepada media Spanyol pada hari Selasa, seperti dikutip kantor berita IRNA.
Menteri Iran tersebut kemudian memberikan dukungan terhadap solusi diplomatik dalam penyelesaian masalah Palestina. Ia mendesak kembalinya para pengungsi Palestina ke tanah tumpah darah mereka yang dijajah dan menggelar referendum di negara tersebut.
Mengenai monopoli teknologi nuklir oleh negara-negara tertentu, Mottaki menekankan bahwa semua negara memiliki hak mengakses teknologi nuklir.
"Republik Iran yakin bahwa teknologi nuklir tidak seharusnya dimonopoli oleh negara-negara tertentu, dan bahwa semua negara memiliki hak untuk mengakses teknologi nuklir," kata Mottaki.
Washington, Tel Aviv, dan negara-negara sekutu Eropanya mengklaim Teheran memiliki rencana untuk membangun senjata nuklir dan menyamarkannya dengan kedok aktivitas nuklir damai. Iran membantah keras tudingan tersebut.
Pejabat senior Iran tersebut mengatakan, kesepakatan pertukaran energi nuklir yang dilakukan Teheran adalah "langkah strategis" dalam program nuklir negara tersebut. Ia menekankan bahwa Iran tengah mempelakari penawaran kelompok Vienna mengenai pembicaraan nuklir.
Menteri Luar Negeri Iran, Turki, dan Brazil menandatangani kesepakatan di Teheran pada 17 Mei. Berdasarkan kesepakatan tersebut, Iran siap mengirimkan 1.200 kilogram uranium yang diperkaya dalam kadar rendah ke Turki untuk ditukarkan dengan 120 kilogram bahan bakar nuklir yang telah diperkaya 20 persen ke reaktor penelitian yang ada di Teheran, yang memproduksi radioisotop untuk perawatan kanker.
Kelompok Vienna yang juga termasuk Amerika Serikat, Rusia, Perancis, dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA), dibentuk untuk mengupayakan kesepakatan pertukaran bahan bakar untuk reaktor penelitian Teheran. Iran mengatakan Turki dan Brazil juga harus diajak dalam negosiasi nuklir.
"Kamera-kamera dan inspektur IAEA ada di Iran dan aktivitas nuklir kami sudah sepenuhnya berada di bawah pengawasan lembaga tersebut, tapi, kami yakin bahwa sebagai ganti kerja sama ini kami berhak mendapatkan hak kami seperti tertuang dalam pasal empat peraturan IAEA, yakni mendapatkan konfirmasi dari IAEA mengenai program nuklir kami yang bersifat damai," tambah diplomat Iran tersebut.
Ia kemudian mengkritik resolusi PBB yang dikeluarkan baru-baru ini dan memperluas sanksi untuk program nuklir Iran.
"Sanksi adalah tindakan hukuman, dan hukuman biasanya diberikan atas kejahatan. Padahal, Iran tidak pernah melakukan kejahatan apa pun." (suaramedia)