24 May 2010

Ultra-Orthodoks, Ancaman Nyata Sisi Sekuler Israel

ImageMalam telah menyelimuti kawasan Mea Shearim, Yerusalem, namun banyak yang tidak bisa beristirahat. Kutukan dan teriakan bergema di jalan-jalan sempit yang masih penuh dengan pecahan kaca dan reruntuhan dari berjam-jam kerusuhan. Bau sampah terbakar menggantung di udara ketika polisi dan pemrotes saling menatap tajam.
Area itu, tidak jauh dari Kota Tua, biasanya tenang. Rumah bagi beberapa ribu anggota minoritas ultra-ortodoks Israel, Mea Shearim sering tampak menolak untuk terjebak dalam kehidupan modern. Hanya ada sedikit mobil, tidak ada bar, tidak ada bunyi musik yang kencang, tidak ada rok pendek. Kaum pria memakai mantel emas atau hitam, topi tradisional dan jenggot panjang dan menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk belajar agama.


Tapi sekarang, setiap malam polisi diterjunkan untuk menghadapi kemarahan para pemrotes yang mengutuk mereka Nazi dan melempari mereka dengan botol dan batu. Polisi merespon dengan pukulan tongkat, meriam air, dan puluhan penangkapan.


Bentrokan itu dipicu oleh keputusan pemerintah untuk merelokasi kuburan kuno Yahudi di kota Ashkelon untuk perluasan sebuah rumah sakit. Namun, penduduk Yerusalem tahu bahwa tidak butuh banyak hal untuk memicu kemarahan kaum ultraortodoks. Dalam setahun terakhir saja, pembukaan lahan parkir kota pada hari Sabbath dan sebuah gerakan dari Intel, pembuat chip komputer AS, untuk mengoperasikan pabrik lokalnya pada hari libur itu memicu protes kekerasan.


Apa yang membedakan kerusuhan paling baru ini bukanlah perilaku kelompok ultraortodoks, tapi respon balasan dari arus utama sosial dan politik Israel. Namun, warga Isral yang moderat dan sekuler telah melihat ultraortodoks sebagai ancaman sosial dan politik, para politisi pun mulai menggemakan kekhawatiran itu.


“Biasanya, perpolitikan Israel adalah tentang proses ‘negosiasi’. Tapi sekarang orang-orang mulai menanyakan tentang topik penting ini. Mereka tidak bisa lagi mengesampingkan,” ujar Shahar Ilan, pakar komunitas ultraortodoks dan wakil presiden Hiddush, sebuah kelompok advokasi kebebasan dan kesetaraan relijius.


Ketegangan itu juga menghadirkan ancaman bagi Benjamin Netanyahu, sang perdana menteri, yang koalisi pemerintahannya mencakup partai-partai ultraortodoks tapi juga waspada akan munculnya kemarahan sekuler.


Ultraortodoks selalu memiliki hubungan yang bermasalah dengan Israel. Sebuah minoritas – tak lebih dari 10% - yang menolak negara sekuler Yahudi sebagai sesuatu yang dibenci secara relijius dan menolak untuk ikut pemilu atau membayar pajak. Beberapa bahkan membakar bendera Israel pada hari kemerdekaan.


Namun kebanyakan warga Israel yang ultraortodoks masih melihat negara tersebut sebagai sebuah kekuatan untuk kebaikan. Partai-partai ultraortodoks sering menjadi bagian dari pemerintahan, memberikan pengaruh politik dan ekonomi pada masyarakat.


Ketegangan itu setua usia Yahudi sendiri. Namun, seringkali, kedua pihak telah mematuhi serangkaian perjanjian yang rumit hidup-dan-biarkan-hidup yang memberikan kewenangan atas banyak masalah-masalah sosial dan keagamaan ke ultra-ortodoks. Kaum ultraortodoks memiliki sekolah mereka sendiri dan mereka yang belajar di seminai Yahudi, atau yeshiva, dibebaskan dari wajib militer.


Namun kesepakatan itu mulai lepas karena peningkatan tajam dalam populasi ultraortodoks. Dulunya minoritas kecil, komunitas itu kini berjumlah setidaknya 8% dari total penduduk dewasa Israel. Kelompok itu diramalkan akan berlipat ganda dalam waktu 16 tahun. Di Yerusalem, lebih dari separuh anak-anak Yahudi mengikuti sekolah dasar yang berasal dari keluarga-keluarga ortodoks.


Sebuah survei dari Pusat Taub untuk Studi Kebijakan Sosial di Israel menyoroti sejumlah konsekuensi ekonomi: hampir dua pertiga dari kaum pria ultraortodoks tidak bekerja, berarti semakin banyak penduduk yang bergantung pada tunjangan negara.


Banyak sekolah ultraortodoks yang menolak untuk mengajarkan kurikulum inti, sehingga ribuan murid tumbuh hanya dengan pengetahuan dasar matematika dan tanpa ilmu pengetahuan lainnya, bahasa asing atau sejarah non-relijius.


“Mayoritas pria-pria ultraortodoks tidak dapat bekerja di kebanyakan bidang di dunia modern. Mereka sangat bergantung pada tunjangan pemerintah dan itu telah membuat jengkel banyak orang,” ujar Menachem Friedman, seorang profesor di Universitas Bar Ilan.


Kelompok ultraortodoks mulai dilihat sebagai beban berat. Seruan untuk mereformasi sekolah-sekolah mereka semakin banyak seiring dengan permintaan untuk menarik murid-murid yeshiva ke dalam militer.


sumber: suaramedia

Artikel Terkait

- Reviewer: Asih - ItemReviewed: Ultra-Orthodoks, Ancaman Nyata Sisi Sekuler Israel Deskripsi: Malam telah menyelimuti kawasan Mea Shearim, Yerusalem, namun banyak yang tidak bisa beristirahat. Kutukan dan teriakan bergema di jalan-jal... Rating: 4.5
◄ Newer Post Older Post ►