1 May 2010

Gunakan Peta, Palestina Israel Berebut Yerusalem

ImageYERUSALEM– Utusan khusus AS George Mitchell telah mengunjungi area konflik Yerusalem, berbekal surat khusus dari Presiden Obama untuk presiden Palestina menegaskan apa yang tampaknya menjadi pemahaman AS dan Israel bahwa proximity talks (perundingan yang menggunakan perantara meskipun pihak-pihak yang terlibat berdekatan) akan segera dilakukan.


Pihak Palestina kali ini tidak mau membuang waktu untuk pembicaraan yang dilakukan demi pembicaraan itu sendiri, atau berdasarkan ide negosiasi tambahan. Palestina bertekad untuk menangani masalah perbatasan terlebih dahulu dan berlanjut ke bagaimana mengimplementasikan pendirian negara Palestina.


Sementara itu, kementerian pariwisata Israel (dalam peta-peta terbaru mereka) telah secara unilateral menganeksasi Palestina ke dalam negara Israel dan menghilangkan keberadaan banyak komunitas Palestina. Tepi Barat tidak disebut sebagai Tepi Barat, tapi Yehuda dan Samaria. Sedangkan Jalur Gaza disebut sebagai Jalur Azza.


Sampai sekarang Israel, yang selalu mencegah pembentukan negara Palestina, telah memberikan perhatian pada isu-isu simbolik. ”Mengapa Palestina menolak untuk mengakui Israel dalam berbagai gambar, peta, dan publikasi yang mereka dukung? Mengapa tidak ada demarkasi yang menunjukkan garis hijau yang memisahkan Tepi Barat dari Gaza? Mengapa peta-peta area barat Sungai Yordania tidak pernah menyebutkan kota-kota Israel, seperti Tel Aviv, namun menggarisbawahi kota Yaffa yang berada di dekatnya? Mengapa ketika bahkan Tepi Barat diberi tanda di peta, kata ’Israel’ tidak tercantum di wilayah Israel?” tanya propagandis Israel.


Palestina telah seringkali merespon dengan menanyakan apa batas-batas negara Israel. Apakah mencakup atau tidak mencakup Yerusalem? Apakah Israel mengakui kenegaraan Palestina di saat yang sama mereka meminta Palestina untuk mengakui Israel? Terlepas dari retorika itu, Palestina diam-diam melakukan pergerakan dan mengikuti saran dari teman-teman internasionalnya untuk membuat perubahan pada peta dan terutama pada buku-buku pelajaran.


Sejak tahun 1994, Otoritas Palestina telah mengganti buku-buku lama dan di tahun 1999 dan 2000, Nathan Brown, profesor ilmu politik di Universitas George Washington, mempublikasikan sebuah penelitian tentang subyek ini.


Mengenai buku-buku pelajaran baru dari Otoritas Palestina, ia mengatakan, ”Buku baru itu menceritakan sejarah dari sudut pandang Palestina, mereka tidak berusaha menghapus Israel, mendelegitimasi atau menggantikannya dengan ’negara Palestina’. Setiap buku mengandung kata pengantar yang menggambarkan Tepi Barat dan Gaza sebagai ’dua bagian dari tanah air’. Peta mereka memperlihatkan beberapa kejanggalan namun mencantumkan garis tahun 1967 dan memakai cara-cara lain untuk menghindari gambar perbatasan. Dalam hal ini mereka sebenarnya lebih terbuka dari peta Israel. Buku-bukunya menghindari dari memperlakukan Israel namun menyebutkan namanya.”


Terlepas dari perubahan-perubahan itu, persoalan ini terus menghantui Palestina secara internasional. Hampir semua serangan adalah perbuatan dari satu organisasi, Centre for Monitoring the Impact of Peace, yang diyakini Nathan Browns mengandalkan pada laporan-laporan menyesatkan dan tendensius untuk mendukung klaim hasutan mereka.


Di tahun 2001, Armin Laschet, anggota delegasi Jerman untuk Parlemen Uni Eropa, mengancam akan menghentikan pendanaan UE bagi lembaga-lembaga pendidikan Palestina ”... hingga semua bagian antagonistik terhadap Israel di dalam buku-buku pelajaran dihapus.”


Respon terhadap ancaman ini tidak datang dari Palestina, tapi dari Peter Hansen, komisi jenderal UNRWA saat itu. Ia mengatakan, ”Kita tidak bisa mengharapkan orang-orang yang berada dalam pendudukan untuk memiliki buku-buku yang mengidolakan, memuji, dan mencintai penjajah mereka.”


Pernyataan itu menimbulkan kemarahan dari banyak pihak. American-Israeli Cooperative Enterprise menjawab respon tersebut, “Buku-buku Israel tidak mengidolakan, memuji, dan mencintai Palestina, tapi mereka juga tidak menjelek-jelekkan atau menyebarkan kebencian terhadap Palestina.”


Di tahun 2002, Kongres AS meminta Departemen Luar Negeri AS untuk mengawasi sebuah organisasi non-pemerintah dengan reputasi bagus dalam meninjau ulang kurikulum baru Palestina.


Israel/Palestine Centre for Research and Information (IPCRI), diawasi oleh kedutaan AS di Tel Aviv dan konsulat jenderal AS di Yerusalem, meninjau ulang buku-buku pelajaran dari Otoritas Palestina. Laporan IPCRI selesai pada bulan Maret 2003 dan dikirimkan ke Departemen Luar Negeri untuk diserahkan kepada Kongres. Berikut ringkasan dari laporan organisasi tersebut: ”Keseluruhan arah kurikulum bersifat damai terlepas dari realita keras di lapangan. Mereka tidak secara terbuka menghasut melawan Israel dan kaum Yahudi. Mereka tidak secara terbuka menghasut kebencian dan kebencian. Toleransi politik dan relijius ditekankan dalam sejumlah buku pelajaran dan dalam banyak konteks.”


Sementara laporan itu seharusnya mengakhiri sejumlah tuduhan tak berdasar, beberapa pihak menanyakan hal yang telah jelas: apa posisi Israel terhadap Palestina dan apakah peta Israel membatasi wilayah-wilayah Palestina.


Kampanye terbaru Israel untuk mempromosikan turisme ke negaranya adalah jawaban yang kuat untuk pertanyaan-pertanyaan. Kampanye turisme kementerian Israel tahun 2009 menghilangkan keberadaan Palestina, menghapus sepenuhnya Tepi Barat dan area Palestina mana pun dari materi publikasinya.


Meskipun banyak yang mengatakan bahwa ini adalah persoalan simbolik, tidak ada keraguan bahwa simbolisme semacam ini bertentangan dengan solusi dua negara, yang telah dinyatakan sebagai kepentingan nasional strategis AS dan yang oleh perdana menteri Israel dinyatakan telah didukung.(suaramedia)

Artikel Terkait

- Reviewer: Asih - ItemReviewed: Gunakan Peta, Palestina Israel Berebut Yerusalem Deskripsi: YERUSALEM– Utusan khusus AS George Mitchell telah mengunjungi area konflik Yerusalem, berbekal surat khusus dari Presiden Obama untuk presid... Rating: 4.5
◄ Newer Post Older Post ►